Saya masih mengenang Pak Harto dan jejak presiden RI

Mobil rental sudah siap ketika saya dan seorang kawan mendarat di Bandara SOC. Karena referensi seorang kolega saya, maka mobil tersebut bisa saya rental dengan sistem lepas kunci. Selebihnya, kawan saya itu yang mengemudikan mobil mungil berwarna hijau muda menyusuri jalan-jalan sekitar Solo Raya.

“Tujuan pertama kita ke Sukoharjo. Tahan dulu laparnya ya, Mas. Nanti kita makan di Soto Nggading, soto langganan Pak Jokowi, bahkan beberapa waktu lalu Pak Jokowi ngajak makan petinggi parpol makan di sana, termasuk Bu Megawati,” ujar saya kepada kawan yang tengah sibuk menyesuaikan injakan rem, gas dan kopling.

Urusan ke Sukoharjo tak sampai setengah jam, dan kami langsung meluncur ke Jl. Brigjen Sudiarto tempat di mana Soto Gading berada, untuk menikmati makan siang. Warung soto lumayan ramai meskipun belum jam makan siang.

Selesai makan, mobil putar arah menuju Alun-alun Kidul/Alkid Kraton Surakarta Hadiningrat. Kawan saya itu senangnya bukan main begitu saya ajak menuju Kraton. Kami melewati kandang Kyai Slamet yang sedang berkubang di lumpur sekitar Alkid, mobil melaju pelan mengelilingi beteng Kraton dan akhirnya sampai di Kraton. Kami membeli tiket masuk Museum Kraton. Ini kali ke sekian saya masuk ke sana, dan kondisi museum makin memprihatinkan saja.

Kami runtang-runtung dan berfoto seperti pasangan homo saja. Tiba-tiba muncul tukang foto keliling dengan kamera DLSR-nya. Kami tak bisa menolak ketika kami diminta berpose di depan patung Sinuhun PB X. Selesai keliling museum, tukang foto itu memberikan cetakan foto seukuran poster A3. Kabet betul saya ketika ia mengatakan tarif foto 25 rb per lembar (ada 6 lembar). Nggak apa-apa, itung-itung sedekah.

Destinasi berikutnya ke Masjid Agung. Pasar Klewer yang terbakar beberapa bulan lalu sementara dipindahkan ke Alun-alun Lor. Mobil diparkir di seberang jalan Pasar Klewer lama.

“Sekarang kita ke Giribangun, Mas!” saya memberikan perintah.

“Ke mana itu, pak?” tanyanya.

“Ke makam Pak Harto!” jawab saya.

Kawan saya lagi-lagi kegirangan. Mobil dipacu dengan kecepatan sedang. Jarak 25 km kami tempuh tak sampai satu jam. Astana Giribangun agak sepi, tak banyak peziarah yang datang. Kalau sudah begini, tukang foto makam tidak kelihatan kameranya, sehingga kami diperbolehkan menggunakan kamera milik sendiri.

“Tempat ini nyaman untuk tetirah, pak. Jangan pulang dulu ya, saya ingin ngadem di sini untuk beberapa saat,” pinta kawan saya.

Maka saya pun mengiyakan. Teman saya terpekur di samping pintu utama menuju dalamnya makam Pak Harto dan Ibu Tien, saya menuju tempat istirahat peziarah untuk menyaksikan TV yang menayangkan aktifitas Pak Harto saat menjabat sebagai Presiden RI: Temu Wicara dengan para petani dan peternak, Pidato Kenegaraan, dan lain-lain.

Malam harinya kami menginap di rumah bapak/ibu. Alhamdulillah keadaan keduanya sehat dan baik-baik saja. Malam itu saya sempatkan juga silaturahim ke teman SMA dulu, sambil menikmati pethot/tempe gathot dan teh nasgitel yang nyiamik rasanya.

Esok harinya kami melanjutkan perjalanan. Tujuan utama cuma klenang-klenong Kota Solo. Kawan saya yang seumur-umur belum pernah makan tengkleng itu saya ajak mampir warung tengkleng belakang BTC. Lalu, ia pengin belanja batik Solo. Tentu saja, ia saya arahkan ke Kampung Batik Laweyan.

Selesai belanja, kami mampir ke rumah bulik (adik ibu saya) yang rumahnya di Kampung Laweyan juga. Rumahnya suwung, mungkin bulik sedang bepergian. Eh, ketika mobil sampai ujung jalan, saya melihat bulik dengan tas besar sedang berdiri di pinggir jalan. Rupanya sedang menunggu taksi lewat. Maka, kami antar bulik ke stasiun. Bulik mau ke Jogja bertemu dengan anak dan cucunya.

“Sekarang kita langsung ke bandara, pak?” tanya kawan saya yang dua hari ini menjadi pengemudi.

“Kita makan siang ke Soto Ledokan Kartasura, Mas!” kata saya.

Warung soto yang terletak di dekat Tugu Kartasura hanya sepelemparan sandal saja dari bandara.

Tapi sebelum ke Soto Ledokan, kami mampir ke Masjid Nurul Iman di Kompleks Dalem Kalitan. Pada hari Idul Adha 24/9/2015 kemarin diresmikan oleh putra-putri Pak Harto, setelah dilakukan pemugaran sejak Desember 2014 lalu.

Setelah shalat kami memasuki Dalem Kalitan, dan oleh petugas Satpam diantar hingga ruang dalam. Dan diperbolehkan untuk sesi foto-fotoan.

Kami tiba di warung Soto Ledokan sekitar jam 2 siang.

“Sotonya enak, Mas?” tanya saya. Lalu saya menunjuk ke sebuah foto tua, “Tuh, lihat di dinding sebelah sana itu!”

Teman saya beranjak dari tempat duduknya dan mengamati sosok yang ada di foto tersebut, lalu kembali ke tempat duduknya.

“Oh, Gus Dur pernah makan di sini, pak?” tanyanya.

“Ya, dua hari ini kita napak tilas jejak kaki empat Presiden RI,” jawab saya bangga.

Bola mata kawan saya diputar ke atas, jemari tangannya dilipat satu-satu sampai hitungan keempat. Ia bergumam lirih mengeja nama-nama Presiden RI: Pak Harto, Pak Jokowi, Bu Mega dan Gus Dur.

Sesuai janji saya kepada pemilik mobil rental, jam tiga sore kami bertemu di bandara. Jam 16.50 jadual pesawat saya terbang menuju CGK. Namun tidak tahunya, delay hingga jam 19.15.