Ke mana energi menulismu?


Seorang silent reader The Padeblogan berkirim pertanyaan via WA: sedang ke mana energi menulismu? Akhir-akhir ini kenapa jarang menulis lagi? Saya menjawab pertanyaan kawan tersebut dengan memposting tulisan berjudul Mengisi Waktu Saat Pesawat Delay, sebuah tulisan yang saya bikin dengan menggunakan henpon – dengan satu jari pelan-pelan saya pencet keypad yang besarya seperlima ujung jari saya itu.

Sesungguhnya energi menulis milik saya tidak (pernah) hilang, tetapi sedang saya pergunakan untuk berbicara (di depan umum). Meskipun kalau berbicara di depan umum saya tak menggunakan teks, namun sebetulnya saya mulai dulu dengan menulis, biar runtut dan tidak ada hal yang terlupakan. Tulisan itu saya baca berulang-ulang agar nempel di ingatan.

***

Sabtu-Minggu kemarin saya menjenguk bapak-ibu di Karanganyar dan mendapatkan sebuah cerita dari ibu kalau salah satu keponakan saya sering membaca The Padeblogan. Ia – cewek, klas 2 SMP – menemukan tulisan Bulik di The Padeblogan semenjak punya laptop sendiri.

“Mbah uti, Pakde menulis tentang mbah uti. Aku bacakan ya?” Kemudian dengan tartil ia bacakan Bulik untuk mbah utinya. Dan, kemudian gantian bulik saya bercerita dengan masa kecil saya kepada cucu kesayangannya itu.

Waduh, bagaimana dengan tulisan-tulisan saya yang bercita-rasa dewasa, apakah keponakan saya juga ikut mengunyahnya? Segera saja saya menghubungi adik sepupu saya supaya memberikan pengertian kepada anak perempuannya itu.

Lalu, melalui ibu keponakan saya titip pesan supaya dikirimi buku-bukunya Pakde.

***

Buku Srikandi Ngedan dan Dongeng Dari Istana Bawah Tanah sampai saat ini masih ada yang memesan, dan dengan senang hati saya kirimkan ke alamat pemesan dengan tepat waktu. Kadang saya gratiskan, dengan imbalan sudi memasang gambar atau sedikit mereview buku-buku tersebut di medsos yang mereka punyai.

Tiga buku yang seharusnya sudah saya terbitkan terpaksa delay berbulan-bulan lamanya – nyuwun sewu Mas Catur Halaman Moeka, saya akan merepotkan lagi. Tersebab bukan karena energi menulis saya hilang, tetapi belakangan ini energi bicara lebih sering digunakan.

Ada yang mau ngontrak saya berbicara? Wani pira?