Jam tiga tiga puluh dini hari, ketika bus yang membawa rombongan keluar tol Karawang Barat, saya mendapatkan kabar supaya bus berjalan lambat-lambat sambil menunggu polisi yang sedang mengatur lalu lintas di sekitar Wisma Haji Karawang. Warga penjemput telah berjubel sejak magrib sehingga menutupi jalur bus masuk halaman Wisma Haji.
Dan benar saja, satu kilometer menjelang Wisma Haji sudah banyak penjemput yang melambai-lambaikan tangan kepada kami. Saya lihat banyak yang membawa truk atawa bus ¾. Mobil tidak terhitung banyaknya. Karena pada parkir sembarangan seperti itu, pasti telah membuat macet.
Berjubelnya orang di Wisma Haji mengingatkan saya suasana tawaf. Susah untuk keluar dari tempat itu ke parkiran mobil penjemput. Kalau satu jamaah haji paling tidak dijemput sepuluh orang, berarti dini hari itu ada sekitar 4.500 orang pejemput. Tetapi kalau melihat tradisi masyarakat Karawang dalam mengantar dan menjemput jamaah haji bisa jadi angka 4.500 tersebut baru separohnya.
Lalu, berapa orang yang menjemput saya? Dua kali lipat dari apa yang saya perkirakan. Dari awal, saya rencanakan hanya seorang penjemput saja, ternyata saat itu teman saya membawa seorang teman, sehingga saya dijemput dua orang teman ha..ha…ha..
Saya dan dua teman saya masing-masing membawa satu koper, dimasukkan ke mobil dan saya pun pulang melalui jalan-jalan sepi menghindari titik-titik kerumunan penjemput. Jam setengah 4 saya sudah sampai di rumah, disambut bapak dan ibu saya yang selama 40 hari ini menunggui rumah dan merawat anak-anak saya.
Sementara itu di kamar anak-anak saya masih terlelap dalam tidurnya.