Seingatku, pawon milik nenek maupun ibu dulu tempat yang paling nyaman untuk bercengkrama bersama keluarga. Meskipun pawon itu sangat sederhana. Ada dua tungku berbahan bakar kayu kering, di sebelah kiri ada pragen, para-para untuk menyimpan peralatan dapur seperti kwali, wajan, dandang dan tentu saja sendok dan piringnya. Lalu di dekat pintu dapur ada gentong air dan siwur, gayung dari batok kelapa. Di tengah dapur dipasang bangku tapi mirip amben, tempat tidur dari kayu ukuran nomor 4, yang fungsinya sebagai tempat makan. Duduk lesehan di atas amben tersebut, makan sambil ngobrol ngalor-ngidul.
Jaman sekarang, pada konsep rumah modern khususnya dapur tetap menjadi tempat atau ruang yang penting bagi keluarga. Dengan sentuhan seorang arsitek, dalam rumah modern akan dibuat dua macam dapur yaitu dapur basah dan dapur kering.
Dapur basah berfungsi untuk memasak makanan utama, seperti memasak nasi dan sayuran hingga matang. Tempat cuci piring pun terdapat di dapur basah ini. Benar-benar dapur basah. Sedangkan dapur kering dimanfaatkan untuk hal-hal yang ringan saja semacam membuat teh atau kopi dan untuk menyimpan makanan kecil/kue untuk kudapan teman minum teh atau kopi tersebut. Nah, di dapur kering inilah keluarga modern sering menghabiskan waktu bersenda-gurau sambil menikmati minumannya.
Rumahku, bukan rumah modern. Dapurnya hanya satu. Kecil pula. Di sudut dapur terdapat kran yang digunakan untuk mencuci pakaian. Di tempat inilah istriku memproduksi makanan yang akan dikonsumsi oleh suami dan anak-anaknya. Lalu, ketika istriku mencuci pakaian separo ruang dapur akan basah kuyup. Benar-benar dapur basah.
Sudah seminggu ini dapurku menjadi dapur kering. Benar-benar kering malah [padahal di luar hujan deras]. Tidak ada yang masak, tidak ada yang mencuci. Tidak ada aktifitas apa pun di dapur. Ya, sudah seminggu ini istriku purik, ngambek dan pulang ke rumah orang tuanya.
Nasib. Aku babak belur.
Lelaki macam apa aku ini. Memasak air pun aku tiada paham.