Orang terpojok (biasanya) lebih religius

Mungkin sudah menjadi sifat dasar manusia, ketika jalan hidupnya pada posisi mentok ia akan mengingat Gusti Allah. Ia akan melibatkan Gusti Allah di dalam persoalan yang sedang dihadapinya. Hal ini sangat berlawanan ketika ia pada keadaan enak, (seolah-olah) melupakan Gusti Allah. Dalam bahasa agama disebut sebagai orang yang kufur nikmat.

[1]

Dua kontestan pemilihan penyanyi idola masuk dalam perolehan SMS terendah. Oleh pembawa acara, mereka diminta berdiri berdampingan di tengah panggung. Suasana dibuat sedemikian tegang, mulai kalimat-kalimat yang meluncur dari mulut si pembawa acara, tata-cahaya panggung hingga irama musik pengiringnya. Mereka bergandengan tangan dengan mimik wajah yang tegang, menunggu siapa yang akan dieliminasi oleh juri.

Perhatikan bibir kedua kontestan tersebut. Mereka dremimil, melafazkan doa-doa. Wahai Tuhanku, semoga Engkau memihak kepadaku, sehingga aku lolos dari eliminasi ini. Sudah banyak kebaikan yang aku buat, jadikan itu semua menjadi tiketku mendapatkan kebaikan hati-Mu. Barangkali ini menjadi kali pertama bagi mereka berdoa demikian khusuk.

[2]

Pada kebanyakan sidang perkara pidana atau perdata, sering kita menyaksikan penampilan para terdakwa. Mereka menunjukkan sikap religius dengan mengenakan busana muslim. Bagi terdakwa pria akan mengenakan baju koko dan berpeci, sementara bagi terdakwa perempuan akan bergamis dan berkerudung. Mereka takzim mengikuti proses sidang. Tak jarang bolak-balik menyebut nama Tuhan ketika menyangkal dakwaan atau ketika menyatakan penyesalannya.

Mereka berharap Tuhan segera turun tangan mempengaruhi keputusan hakim, meskipun saat mereka melakukan tindak pidana atau kriminal sama sekali melupakan Tuhan, bahkan bersekutu dengan iblis. Duh Gusti, jangan Engkau bebankan masalah yang tiada sanggup aku memikulnya.

[3]

Sebentar lagi ujian nasional anak-anak sekolah digelar. Ritual rutin yang mengiringi hajat tahunan itu adalah melakukan istighosah. Secara berjamaah mereka menyebut Kemahasucian dan Kemahaagungan Tuhan. Kalimat-kalimat penyejuk jiwa dilantunkan. Kata-kata penguat semangat dipompakan ke dalam dada. Tak muridnya, juga para gurunya. Ujian nasional yang menakutkan itu semoga dapat dilampauinya dengan sukses dan tanpa kendala.

Tuhan yang Mahabaik, bimbinglah jemariku menuju jawaban soal ujian yang benar, agar aku lulus sekolah dengan nilai gemilang. Sungguh ironis, pada pagi harinya mereka melakukan doa bersama, sore hingga dini hari berikutnya berburu bocoran jawaban soal-soal ujian.