Niwatakawaca meminta Supraba

Para dewa di Negeri Kahyangan kalang kabut setelah mendapatkan ancaman dari Raja Manikmantaka, Prabu Niwatakawaca: berikan bidadari tercantik yang dimiliki Kahyangan atau aku meluluhlantakkan Kahyangan. Mereka pantas panik sebab Prabu Niwatakawaca yang berujud raksasa itu sakti mandraguna, belum ada satu ksatria atau bahkan dewata yang mampu mengalahkannya.

Maka, sebagai pimpinan para dewa, Bathara Guru mengumpulkan segenap aparatur dan pejabat Kahyangan untuk membahas ancaman Prabu Niwatakawaca tersebut. Siapa sih yang berani melawan Niwatakawaca? Rapat memutuskan akan memberikan Betari Prabasini yang kecantikannya tiada tara itu.

Rupanya Prabu Niwatakawaca tak sudi menerima Betari Prabasini, ia menginginkan Betari Supraba yang keelokan parasnya paling cantik di antara para bidadari yang ada di Negeri Kahyangan. Tak ada pilihan lain, maka Supraba diserahkan kepada Niwatakawaca. Kepergian Supraba ke Manikmantaka, membawa misi khusus yakni mencari kelemahan Niwatakawaca.

“Wahai raja Manikmantaka yang perkasa, aku datang untuk menyerahkan diri menjadi istrimu. Katakan kepadaku, bagaimana aku mesti melayanimu sebagai istri?” ujar Supraba bersimpuh di hadapan Niwatakawaca.

Jakun Niwatakawaca naik-turun menyaksikan kecantikan Supraba. Begitu mudahnya ia mendapatkan istri seelok itu.

“Supraba cah ayu, memandangmu saja telah membuat birahiku terpuaskan. Kamu jangan jauh-jauh dariku, biarkan aku memuaskan mata menatap wajahmu!”

“Aku menjadi tersanjung begini, wahai Paduka Raja. Kemudian, jika seandainya Kerajaan Manikmantaka ini diserbu musuh, apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu?” Supraba melontarkan pertanyaan jebakan.

Prabu Niwatakawaca tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan semacam itu.

Oalah nduk…nduk cah ayu. Apa kamu tidak tahu, kalau segala macam senjata meskipun itu milik para dewa tak akan mampu melukai tubuhku.”

“O, jadi Paduka tidak bisa mati?” Supraba bertanya lagi.

“Aku akan membuka rahasia kematianku hanya untukmu saja, jangan bilang siapa-siapa. Rahasia kematianku ada di langit-langit mulutku. Jika di sini terluka sedikit pun, aku akan tewas,” jawab Niwatakawaca berterus-terang.

“Jadi sepanjang hidup Paduka tidak pernah memakan ikan yang ada durinya?” lagi-lagi Supraba melontarkan pancingan.

“Jangankan duri, saking rapuhnya langit-langit mulutku ini tak boleh tergores sebutir gabah yang tercampur dalam nasiku,” Prabu Niwatakawaca kembali membuka rahasia.

Arkian, Supraba pun bersiasat bagaimana supaya sebutir gabah bisa masuk ke dalam mulut Niwatakawaca. Tentu saja tak mudah menemukan sebutir gabah di istana Manikmantaka.

bersambung…