Musim Nyaleg

Tahun 2014 Republik Indonesia akan punya hajat demokrasi akbar, yang diawali dengan penyerahan Daftar Calon Sementara (DCS) Legislatif ke KPU. Mengamati perilaku para calon legislator (CL) lumayan bisa menjadi hiburan tersendiri di tengah suasana suntuk akibat tekanan pekerjaan. Apa saja?

(1)

Tak sedikit yang maju sebagai CL tersebut yang niatnya mencari pekerjaan dengan jabatan “Anggota Dewan”. Memang, cara beriklan para partai dalam menjaring CL seperti pasang iklan lowongan kerja. Nah, inilah Bursa Kerja a la partai. Jika diamati – terutama untuk parlemen level Kabupaten/Kota – banyak pengangguran yang melamar atawa dilamar jadi CL. Hey, lihatlah ada di antara mereka yang dikenal sebagai preman lokal. Aha! Paling penting sih, ia punya massa yang banyak.  Jika lolos dan masuk jadi legislator, mendapatkan gaji yang lumayan plus penghasilan rutin di luar gaji, ditambah beraneka macam fasilitas. Kalau nasib lagi mujur, jabatan anggota biasa bisa naik menjadi Ketua Fraksi, Ketua Komisi, syukur-syukur jadi Wakil Ketua bahkan Ketua Legislatif.

(2)

Bahkan sebelum jadi CL mereka mengiklankan diri melalui spanduk dan baliho. Foto yang dipajang tentu saja yang dianggap paling kece. Ada loh, foto-foto mereka di-setting sedemikian rupa: dihilangkan jerawatnya, diputihkan kulitnya, dibuat lebih muda, dan seperti foto-foto pre-wedding: pura-pura bertemu dengan para petani/nelayan, memeluk ibu tua yang miskin-papa, dan banyak lagi. Namanya juga berpromosi, kata-kata di spanduk dan baliho itu bombastis (sering juga bikin muntah) semacam: Muda dan Berkarakter; Dekat dengan Rakyat; Jujur, Adil dan Berkepribadian; Berintegritas, Peduli Wong Cilik; dan sebagainya.  Ada juga ucapan seperti yang tercantum dalam kartu undangan: Mohon Doa Restu dan Dukungannya. Spanduk dan baliho dipasang di sembarang tempat: di pepohonan, di perempatan, di terminal yang semuanya membuat kotor sudut kota/desa. Ah, belum jadi anggota legislatif saja sudah mendzolimi sesama.

(3)

Masih terkait dengan foto diri para CL. Perhatikan nama mereka. Di depan dan di belakang mereka akan tercantum titel atawa gelar mereka. Entah gelar sarjana itu didapat dengan bener-bener sekolah atawa main beli grosiran saja. Kadang, antara gelar dan mana lebih panjang gelarnya. Nekjika mereka nggak punya titel kesarjanaan, dan kebetulan punya gelar Haji atawa Hajjah, maka di depan nama mereka akan tercantum huruf H atawa Hj. Kalau tidak punya keduanya? Ada keterangan di dalam kurung (biasanya dicantumkan di bawah nama aslinya, sedangkan nama dalam kurung itu nama beken di komunitas mereka).