Leafie sang ibu sejati

Ia menamai dirinya sendiri sebagai ‘daun’. Ia memang sangat suka dengan daun akasia yang saban hari ia saksikan warna hijaunya yang cantik di musim semi. Jika musim gugur, daun-daun itu akan terbang bebas berguguran dan meninggalkan jejak bunga-bunga akasia. Indah sekali.

Leafie adalah seekor ayam betina petelur yang tinggal pada sebuah kandang. Setiap hari ia kudu bertelur dan telur ini diambil oleh tuan atawa nyonya yang menjadi majikannya. Leafie bosan berada di kandang, apalagi dari kandangnya ia dapat menyaksikan binatang lain bebas berkeliaran di halaman sang majikan: ayam jantan dan keluarga besarnya, para bebek, dan anjing penjaga. Naluri keibuan  sering muncul dalam benak Leafie yakni mengerami telur hingga menetas. Tapi apa mungkin? Ia mulai bosan tinggal di kandang.

Syahdan, ia pun mogok makan. Telur terakhir yang keluar dari perutnya bermutu buruk karena tiada bercangkang. Ia jadi kurus, buku-bulunya rontok. Ia sangat berharap majikannya datang dan mengeluarkan dari kandang. Maka, ia pura-pura mati.

Leafie pun dibuang ke sebuah lubang. Sebuah tempat untuk mengumpulkan ayam-ayam yang sekarat. Aha! Muslihatnya berhasil, ia dapat keluar dari kandang. Dengan tertatih ia keluar dari lubang pembuangan ditolong oleh seekor itik liar yang belakangan ia sebut sebagai Pengelana, itik buruk rupa: sayapnya terluka dan tidak bisa terbang. Mereka berkenalan. Rupanya, Leafie dan Pengelana tidak diterima oleh komunitas binatang yang hidup di halaman. Anjing penjaga selalu waspada jika mereka mulai mendekati pintu halaman.

Ada ancaman musang yang sangat menakutkan penghuni halaman. Pun dengan Leafie dan Pengelana yang sering tidur di luar halaman, harus ekstra waspada karena musang siap menerkam tubuh mereka. Leafie merasa sendiri ketika Pengelana bertemu kekasih hatinya, seekor itik putih nan cantik. Sayang sekali, itik putih dimangsa oleh musang.

Leafie mengelana dan menemukan sebutir telur. Naluri keibuannya kembali muncul. Ia pun segera mengerami telur itu siang dan malam. Ia begitu sayang kepada calon anaknya itu. Herannya, saban malam Pengelana menjaga Leafie dari serangan musang. Leafie tak habis mengerti atas tingkah sahabatnya itu. Belakangan ia sadar, kalau telur yang ia erami adalah telur milik itik putih, calon anak Pengelana. Malang nian nasib Pengelana, ketika telur mulai menetas Pengelana tewas dan dimangsa oleh musang. Namun, ia mati tidak sia-sia.

Sesuai pesan Pengelana, anak itik itu – Leafie memberi nama Greenie – dibawa Leafie ke bendungan. Di sana – masih dalam ancaman musang – Leafie membesarkan anak kesayangannya itu, hingga ajal menemui Leafie. Ia merelakan tubuhnya dilumat oleh musang, sementara anaknya terbang bersama itik-itik liar lain.

Demikianlah kisah Leafie di dalam novel best seller dari Korea yang ditulis oleh Hwang Sun-mi. Novel ini merupakan fabel yang getir, dalam terjemahan bahasa Indonesia diberi judul Leafie: Ayam Buruk Rupa dan Itik Kesayangannya, diterbitkan oleh Qanita (Maret 2013).

Membaca novel ini membuat saya terharu berkepanjangan.