Beginilah suasana rapat kabinet terbatas Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Prabu Hayam Wuruk yang dihadiri oleh para ibu suri, Mahapatih Gajah Mada, Laksamana Mpu Nala, dan beberapa pejabat di Katumenggungan Kemaritiman.
“Majapahit sebagai kerajaan kepulauan terbesar di dunia, memiliki potensi besar untuk menjadi poros maritim dunia, Yang Mulia,” ujar Gajah Mada kepada Hayam Wuruk.
“Poros maritim itu apa Paman Mada?” pertanyaan polos keluar dari mulut Hayam Wuruk yang masih belia itu.
Hampir seluruh peserta rapat sebetulnya kurang paham dengan apa yang diusulkan Gajah Mada itu.
“Sumpah Hamukti Palapa yang saya ucapkan dua tahun hampir sembilan puluh persen telah terealisasi. Angkatan Laut Majapahit yang dipimpin oleh Laksamana Mpu Nala telah berhasil menaklukkan negeri-negeri yang terletak di Barat sampai ke Timur. Poros maritim merupakan sebuah gagasan strategis yang harus kita ujudkan segera, Yang Mulia,” papar Gajah Mada, pandangan matanya menyapu pada segenap yang hadir.
Suasanya sunyi. Mereka menunggu penjelasan lebih lanjut dari mahapatih yang mereka segani dan hormati itu.
“Gagasan tersebut untuk menjamin konektifitas antar pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut serta fokus pada keamanan maritim Majapahit,” lanjut Gajah Mada.
“Apakah Paman sudah membicarakan hal ini dengan Laksamana Mpu Nala?” tanya Hayam Wuruk.
“Sudah, Yang Mulia. Laksamana Mpu Nala nantinya yang akan saya serahi tugas yang berat ini. Nala, tolong paparkan rencanamu!” titah Gajah Mada kepada Laksamana Nala.
“Baik, Kakang Mada. Pasukan Angkatan Laut kita telah menguasai Kerajaan Pasai, Tumasek, Tanjung Pura hingga Kutai. Bahkan sekarang telah menduduki Lombok dan sekitarnya. Kini saatnya kita membangun pelabuhan-pelabuhan di semua wilayah tersebut. Perkenankan saya mempresentasikan lima pilar utama untuk mewujudkan gagasan poros maritim dunia,” kata Laksamana Mpu Nala.
Kemudian layar projector terpampang kepulauan Kerajaan Majapahit yang jumlahnya lebih dari lima belas ribu pulau tersebut. Semua pandangan mengarah ke layar projector.
“Kelima pilar itu yaitu, pertama, membangun kekuatan pertahanan maritim Majapahit. Kita lihat di peta ini, negeri Majapahit menjadi titik tumpu dua samudera. Kemudian yang kedua, mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan.”
“Saya usul, tolong ditambahi dengan pariwisata maritim,” ujar ibu suri Tribhuwana Tunggadewi.
Semua menyetujui usulan ibu kandung Hayam Wuruk, yang memang pernah menjadi ratu Majapahit. Laksamana Mpu Nala melanjutkan paparannya.
“Pilar ketiga, kita akan menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan. Kekayaan maritim Majapahit akan digunakan sebesar-sebesarnya untuk kepentingan rakyat Majapahit.”
Semua peserta menyimak penjelasan Laksamana Mpu Nala.
“Keempat, kita perlu melakukan diplomasi maritim, untuk mengajak semua mitra Majapahit untuk bekerja sama pada bidang kelautan. Bersama mitra Majapahit menghilangkan sumber konflik di laut, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut.”
“Kemudian yang terakhir, kita membangun budaya maritim Majapahit. Rakyat dan pejabat Majapahit harus menyadari dan melihat dirinya sebagai bangsa yang identitasnya, kemakmurannya, dan masa depannya, sangat ditentukan oleh bagaimana kita mengelola samudera,” ujar Laksamana Mpu Nala menutup presentasinya.
Dengan pengawalan yang ketat dari Gajah Mada, gagasan poros maritim dunia itu menjadi terwujud. Kerajaan Majapahit menjadi besar karena berhasil mengelola maritimnya dengan serius.
Note: Artikel di atas terinspirasi dari gagasan Presiden Jokowi tentang Poros Maritim Dunia. Pusat gravitasi geo-ekonomi dan geo-politik dunia sedang bergeser dari Barat ke Asia Timur, negara-negara Asia sedang bangkit. Momentum ini menunjang cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia