Menolak film Arwah Goyang Karawang

Lilis terpaksa kembali menjadi penari di sebuah group tari jaipong Goyang Karawang, setelah sekian lama dunia yang dulu pernah membesarkan namanya itu dia tinggalkan demi sebuah perkawinan. Aji sebagai suami Lilis, tidak lagi bisa mencegah karena Aji tidak berdaya karena kondisi ekonomi rumah tangganya berantakan sejak dirinya kena PHK dan menganggur. Kembalinya Lilis ke dalam grup rupanya membuat perubahan yang luar biasa. Di setiap penampilanya di atas panggung, Lilis selalu saja menjadi pusat perhatian pengunjung pub Bintang Kejora yang terbius dengan tarian Lilis. Sebagai primadona group Goyang Karawang saat ini, Neneng merasa terancam dengan kembalinya Lilis dalam group. Dengan segala cara Neneng berusaha mempertahankan posisinya, apa lagi untuk meraih predikat itu memerlukan perjuangan dan pengorbanan luar biasa bagi Neneng. Kehebatan Lilis menggoyang panggung dan menguras kocek pengunjung membuat Pak Awal sebagai pemilik pub menempatkan Lilis sebagai bintang utama menggantikan Neneng dan tentu saja, persaingan keduanya semakin seru.

[Sinopsis film ini dikutip dari sini]

~oOo~

Hampir dua pekan ini, masyarakat Karawang gerah dengan beredarnya film Arwah Goyang Karawang yang dibintangi artis berpenampilan semlohai: Jupe dan Depe, yang disalurkan melalui lembaga Ormas, legislatif maupun eksekutif karena film tersebut hanya menjual sensualitas pemainnya belaka.

Ada sebagian yang memahami bahwa istilah Goyang Karawang bukan goyang sensual penari jaipong tetapi berkaitan dengan pembangunan yakni Karawang bergoyang untuk berjuang lebih maju dan sejahtera. Pada jaman Sultan Agung menyerang VOC yang bermarkas di Batavia, Karawang dijadikan gudang logistik tentara Mataram sehingga sebutan lumbung padi untuk Karawang masih tersemat  hingga sekarang. Lalu, pada paruh tahun 1945 di Rengasdengklok Karawang Sukarno dan para pemuda merencakan Proklamasi Kemerdekaan RI. Tak salah jika Karawang kemudian disebut sebagai Kota Pangkal Perjuangan.

Saya sendiri belum menonton film Arwah Goyang Karawang – dan bisa dipastikan saya tidak akan menontonnya, seperti juga untuk film-film bergenre hantu, setan, dan teman-temannya itu. Kalau menonton trailernya sih sudah, dan itu film yang nggak mutu babar blas.

Ramainya penolakan film Arwah Goyang Karawang, saya kok jadi ingat lagu dangdut Goyang Karawang, yang hingga kini masih suka dinyanyikan oleh penyanyi organ tunggal di pentas-pentas hajatan di pelosok Karawang.

Kalau ingat akang ke tanah sunda/Jangan lupa akang, Kota Karawang/Kota sejarah dan perjuangan/Punya tradisi Goyang Karawang
Dari dahulu sehingga sekarang/Goyang Karawang tetap disenang/Goyang kiri, eta goyang kanan/Geol kiri, eta geol kanan/Goyang goyang goyang goyang goyang
Air laut aduh asin sendiri/Boleh dicoba kalaulah sudi/Goyang Karawang itu tradisi/Perlu diingat jangan dicaci
Goyang Karawang jadi hiburan/Gendangnya dangdut seiring suling/Kalau goyang-goyang memakai aturan/Perut yang gendut menjadi langsing
Goyang Karawang jaman sekarang/Dicampur dangdut dan jaipongan/Asyik goyang-goyang lupa punya utang/Biar perut kosong keroncongan
Goyang Karawang menarik hati/Seiring nada silih berganti/Mengajak anda untuk berjoget/Goyang Karawang tetap disenang

[Lagu Goyang Karawang dipopulerkan oleh Lilis Karlina]

Jangan sampai dengan banyaknya protes yang dilakukan masyarakat Karawang justru menjadi promosi gratis film Arwah Goyang Karawang ini. Apalagi dari awal pembuatan film ini memang diset untuk membuat heboh masyarakat Indonesia misalnya dengan diumbarnya perseteruan pemainnya, Jupe vs Depe sampai berurusan dengan hukum.

~oOo~

Kini, film Arwah Goyang Karawang berganti judul menjadi Arwah Goyang Jupe-Depe.  Terserah bagaimana sampeyan menilainya.