Orang iseng sering membuat kepanjangan kata matematika dengan makin tekun makin tidak karuan. Padahal kehidupan kita tak lepas dari perhitungan matematika, dari yang sangat rumit menjadi sangat sederhana.
***
Jika ada waktu luang saya sering membawa anak-anak ke toko, apalagi kalau bukan untuk memberikan pembelajaran bisnis di usia dini kepada mereka. Salah satu hal yang cukup penting yang harus saya sediakan di kasir toko adalah uang receh, karena saya anti memberikan uang kembalian yang berupa permen. Ya, permen bukan alat jual beli.
Untuk menyiasati stok uang receh tetap ada di kasir, penjaga toko menggunakan trik “tukar receh” dengan pembeli. Contoh konkritnya seperti ini. Seorang pembeli berbelanja sebanyak Rp 4.600,- dan membayar dengan uang lima ribuan. Pada kesempatan pertama, penjaga toko akan menawarkan kepada pembeli tersebut dengan mengajukan pertanyaan, “punya receh seratus rupiah?” Kalau pembeli itu memberikan uang receh Rp 100,- maka penjaga toko akan memberikan uang kembalian sebesar Rp 500,-.
Ketika anak saya yang kelas 4 SD saya minta untuk menguraikan secara matematis, ia menuliskan [Rp 5.000 + Rp 100] – Rp 4.600 = Rp 500. Sebuah hitungan matematika yang sederhana sebab hanya melibatkan tambah dan kurang saja.
***
Kemarin siang anak saya kebingungan perkara uang kembalian ini. Ceritanya, ada pembeli berbelanja sebesar Rp 67.350,- dan membayar dengan selembar uang seratus ribuan. Supaya uang kembalian berjumlah “bulat”, anak saya bertanya apakah pembeli itu mempunyai receh Rp 150,- dengan harapan ia akan memberikan pengembalian Rp 32.800,-.
[Rp 100.000 + Rp 150] – Rp 67.350 = Rp 32.800,-
Ternyata pembeli tersebut menjawab tidak punya. Pembeli itu justru membuat bingung anak saya, pasalnya ia menarik kembali uang seratus ribunya dan memberikan ke anak saya: 1 lembar lima puluh ribuan, 2 lembar uang dua puluh ribuan, 1 lembar uang dua ribuan, 3 lembar uang seribuan dan 1 koin uang lima ratusan.
“Waduh, berapa ya kembaliannya?” tanya anak saya sambil meringis.
Anda bisa membantunya?