Serial Cerita Pemilik Bulan Juli #6
Tiba-tiba saja saya teringat kepada sahabat lama ketika kami berdinas di salah satu perusahaan HPH di wilayah Kalimantan Tengah pada kurun waktu 1993 yang lalu. Ia menjadi sahabat sejati di perantauan tengah hutan, ketika senang ataupun sedih. Ia yang lebih senior bekerja di bidang HPH sering memberikan penghiburan kepada saya bagaimana mengobati rasa suntuk ketika ada keinginan keluar dari wilayah hutan.
Terakhir kali saya bertemu dengannya sekitar tahun 1996 di rumahnya yang terletak di sedikit di bawah puncak Gunung Lawu. Dengan berbekal ingatan letak tempat tinggalnya dan dibantu oleh Peta Gugel, H+3 kemarin saya mengunjunginya kembali.
Ketika saya sampai di sekitar desa sahabat saya itu, saya keder. Pangling dengan situasi wilayah tersebut. Apalagi saat itu wilayah puncak Lawu hujan turun sangat deras. Pelan tapi pasti saya pacu Kyai Garuda Seta menelusuri jalan cor-beton yang tidak seberapa lebar itu, untuk mencari rumah yang letaknya di pojokan simpang tiga Desa Balong Jenawi Karanganyar.
Hujan bulan Juni itu belum ada tanda-tanda berhenti. Saya memarkir Kyai Garuda Seta di pinggiran jalan yang agak lebar. Dengan berpayung saya menuju rumah yang saya yakini sebagai rumah sahabat saya. Alhamdulillah, saya menemukannya.
***
“Rumahmu bikin pangling. Lebih mentereng dibandingkan dua puluh tahun lalu pas saya datang ke sini.”
“Ceritanya aku kembali ke Kalimantan dan ditawari proyek HPH di Kalimantan Barat sebagai Asisten Manager. Duitku rasanya tidak berseri. Duit gampang mendapatkannya, tetapi gampang juga menguapnya. Kurang berkah barangkali. Untung ada sedikit tabungan sehingga bisa merenovasi rumah ini.
“Saiki wis ambil pensiun mas?”
“Pensiun apa to. Ya nganggur, nggarap kebon. Kira-kira sudah sebelas tahun ini. Ya seperti ini kehidupan sahabatmu saat ini.”
Saya mengudap apem yang disajikan di meja tamu. Sahabat saya menceritakan situasi lebaran kali ini seperti musim paceklik saja. Hasil kebun tidak menggembirakan. Cengkih yang biasanya bisa panen, kali ini gagal karena seringnya turun hujan.
“Kedatanganmu telah menghibur hatiku!”
“Ya mas. Menyambung silaturahmi berarti memperpanjang umur. Mendatangi sahabat ibarat minum di mata air awet muda.”
Cukup lama kunjungan saya tersebut. Bahkan saya sempat menikmati makan siang berlauk ayam jago sembelihan tuan rumah, sebelum pamit pulang.
***
Jalur pulang saya melewati rute yang berbeda yakni Jenawi – Kemuning – Karangpandan. Sungguh elok pemandangannya. Hamparan kebun teh dan jalan yang berkelok membuat fikiran lebih segar setelah bulan-bulan penat penuh dengan beban pekerjaan yang seakan tak ada habis-habisnya.
Konon, piknik juga bisa bikin awet muda. Ntar piknik lagi , kalau copit sudah berlalu!