Pengalaman yang cukup “menegangkan” terjadi di Bandara Madinah saat pemeriksaan barang-barang yang dibawa. Meskipun sejak awal saya tidak membawa tas tambahan (hanya tas tentengan yang disediakan pihak penerbangan) saya deg-degan juga ketika kaki semakin mendekati tempat scanning barang.
Bagaimana tidak tegang, di dalam tas tentengan saya ada beberapa liter air zamzam (dan saya juga menyimpan di tempat lain). Di pemeriksaan awal banyak teman yang terkena sweeping agar air zamzam tersebut dikeluarkan dari tas dan dilarang dibawa masuk ke pesawat. Ketika tas saya di-scan, saya dilarang untuk melanjutkan ke loket imigrasi dan disuruh membuka tas. “Waduh, kena deh!” kata saya dalam hati. Sengaja agak lama saya mengobok-obok tas, sementara otak saya berputar bagaimana supaya air zamzam bisa terbawa ke tanah air.
Sementara itu, tas-tas lain mulai menumpuk karena “kelambatan” saya. Petugas berteriak tidak sabar dan ingin membantu saya. “Yup!!” saya tersenyum, dan tangan kanan saya menunjukkan sesuatu barang “yang berpotensi membayakan penerbangan” sambil berkata ke petugas (yang mulai tidak konsen terhadap barang saya): “This?” Petugas tersenyum sambil geleng-geleng kepala dan menerima barang dari saya. Selanjutnya, saya melenggang membawa tas tentengan, tas pinggang dan tas paspor saya ke pesawat.
Tahukan Anda, barang “yang berpotensi membayakan penerbangan” yang saya berikan kepada petugas itu? Barang itu adalah sambungan kabel yang biasa saya pakai ketika memasak air sekalian charge HP. Waktu itu saya beli di toko si Ahmad seharga 25 riyal.
Saya sangat menyayangkan perlakuan petugas Indonesia yang membentak-bentak jamaah haji yang membawa air Zamzam dan barang lain (seperti oleh-oleh) yang tidak sempat dimasukkan/disatukan dengan tas tentengan, supaya ditinggalkan di Bandara Madinah. Padahal, petugas Bandara ramah-ramah saja dan membiarkan air Zamzam terbawa ke Tanahair.