Leo Tolstoi, novelnya banyak dibaca di dunia

Leo Tolstoi (9 Sept 1828 – 20 Nov 1910) adalah pujangga besar Rusia bernama lengkap Lev (Leo) Nikolayevich Tolstoi terkenal terutama karena novel epik sejarahnya, Voina i Mir (Perang dan Damai) mengenai perlawanan rakyat Rusia terhadap invasi Napoleon pada tahun 1812. Di dalam perlawanan itu kaum bangsawan dan rakyat biasa bahu membahu membela tanah airnya. Namun, karya Tolstoi yang paling luas dibaca dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing adalah novelnya yang kedua, Anna Karenina, yang menyoroti kehidupan pribadi kaum bangsawan dan golongan high society Rusia pada zamannya.

Tolstoi dilahirkan dan dibesarkan di tengah-tengah golongan ningrat, karena itulah ia bisa menggarap tema novel itu dari sudut pandang orang dalam. Beberapa anggota keluarganya tercatat dalam sejarah Rusia sejak abad ke-16, bahkan ayahnya Graf (Comte) Nikolai Ilyich Tolstoi ambil bagian dalam perang melawan Napoleon pada 1812-1814 dengan pangkat letnan kolonel.

Ia meninggal pada usia 82 tahun karena radang paru-paru di stasiun Astapovo pada 1910 setelah meninggalkan rumahnya di tengah musim dingin. Kematiannya itu terjadi hanya beberapa hari setelah ia mengumpulkan keberanian untuk meninggalkan keluarganya dan kekayaannya dan mengambil sikap hidup sebagai seorang pertapa keliling.

Inilah karya-karya Tolstoi: Masa Kanak-kanak (1852), Serangan (1852), Masa Kecil (1854), Remaja (1856), Cerita-cerita Sevastopol (1855–56), Kebahagiaan Keluarga (1859), Orang-orang Kosak (1863), Ivan yang Bodoh: Kesempatan yang Hilang (1863), Polikushka (1863), Perang dan Damai (1865–69), Tawanan di Kaukasus (1872), Romo Sergius (1873), Anna Karenina (1875–77), Sebuah Pengakuan (1882), Pejalan Kaki: Kisah Seekor Kuda (1864, 1886),  Apa yang Kupercayai (1884), Kematian Ivan Ilyich (1886), Berapa Banyak Tanah yang Dibutuhkan Manusia? (1886), Kuasa Kegelapan (1886), Buah-buah Kebudayaan (1889), Sonata Kreutzer dan cerita-cerita lain (1889), Kerajaan Allah ada di Dalam Dirimu (1894), Tuan dan Manusia dan cerita-cerita lain (1895), Injil Secara Singkat (1896), Apakah Seni Itu? (1897), Surat kepada Kaum Liberal (1898), Kebangkitan (1899), Mayat Hidup (diterbitkan 1911), dan Hadji Murad (ditulis pada 1896-1904, diterbitkan 1912).

Dari sekian banyak karyanya, di Ruang Buku Padeblogan baru ada lima buku Leo Tolstoi, yaitu:

Pertama, Anna Karenina diterjemahkan oleh Koesalah Soebagyo Toer, diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (Pebruari 2007) yang terbagi menjadi 2 buku, Anna Karenina 1 (502 halaman) dan Anna Karenina 2 (562 halaman). Novel ini berkisah tentang tiga keluarga salah satunya keluarga Karenin. Anna, istri Karenin, menyeleweng dengan seorang opsir muda yang mengaguminya, Aleksei Vronskii dan akhirnya memutuskan tali perkawinan. Bagi Anna, penyelewengan itu merupakan petaka yang tak dapat ditolak dengan segudang alasan. Salah satunya, di mata Anna, Karenin hanyalah sepotong boneka tanpa jiwa dan harga diri meskipun dia seorang pejabat tinggi. Kekuatan Anna Karenina bukan pada konflik utama novel, melainkan pada ketelitian penggambaran seluk-beluk dunia batin para tokohnya. Anna Karenina sampai kini masih terus disalin dan diterbitkan dalam berbagai bahasa. Hingga akhir abad ke-20, novel ini telah diterjemahkan dan diterbitkan 625 kali dalam 40 bahasa (tidak termasuk bahasa aslinya). Dalam bahasa Inggris saja, hasil terjemahan yang berbeda pernah dicetak 75 kali, Belanda 14 kali, Jerman 67 kali, Perancis dan Itali 36 kali, Cina 15 kali dan Arab 6 kali. Terjemahan Indonesia ini sendiri dilakukan dua kali oleh penerjemah yang sama, Koesalah Soebagyo Toer, langsung dari bahasa Rusia.

Buku kedua, Kebangkitan yang diterjemahkan oleh Koesalah Soebagyo Toer dari bahasa aslinya, diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (Nopember 2005) dengan tebal 566 halaman. Kebangkitan bercerita tentang usaha bangsawan Nekhlyudov menebus dosanya terhadap Katyusha, gadis desa yang ia tinggalkan saat mengandung darah dagingnya. Setelah berpisah selama delapan belas tahun, mereka bertemu di pengadilan, di mana Nekhlyudov sebagai juri dan Katyusha sebagai pelacur yang dituduh membunuh. Ikhtiar Nekhlyudov membantu gadis tak bersalah itu bebas dari tuduhan, membimbingnya menemukan jalan hidup yang sama sekali berlawanan dari kehidupan bangsawan yang bermegah-megah menuju kehidupan yang penuh cinta-kasih murni terhadap sesama. Kebangkitan ditulis Tolstoi selama sepuluh tahun, dua kali lebih lama daripada ketika ia menulis Anna Karenina.

Buku ketiga, Haji Murat diterjemahkan oleh Koesalah Soebagyo Toer dari bahasa aslinya, diterbitkan oleh Dunia Pustaka Jaya (2009) setebal 191 halaman. Tolstoi menceritakan tokoh yang bernama Haji Murat dari Chechnya yang cinta kemerdekaan melawan Rusia yang ketika itu di bawah kekuasaan Tsar Nikolai I (1827-1855). Haji Murat tokoh yang gagah berani, tangkas dan cerdas, sedangkan Nikolai I sebagai tokoh yang tidak berperikemanusiaan namun merasa diri sebagai sumber kebijaksanaan Rusia dan dunia. Cerita berakhir dengan kematian Haji Murat.

Buku ketiga, Rumah Tangga yang Bahagia dengan penerjemah Dodong Djiwapradja dari A Happy Married Life, diterbitkan Dunia Pustaka Jaya (Desember 2008) setebal 168 halaman. Novel ini melukiskan percintaan antara seorang gadis dengan seorang lelaki yang jauh lebih tua. Dengan cermat digambarkan betapa halus pertumbuhan benih cinta dalam hati si gadis, walaupun terpaksa menghadapi berbagai pertentangan dan kesalahpahaman, namun keagungan cintalah yang akhirnya membuahkan kebahagiaan.

Buku kelima, Sebuah Pengakuan dengan penerjemah Ermelinda, diterbitkan Selasar Surabaya Publishing (September, 2010) setebal 127 halaman. Novel ini diterjemahkan dari bahasa Inggris, A Confession yang menggambarkan bagaimana dalam abad terakhir, mayoritas di dunia semakin materialistis dan itu tidak dapat disebarkan dan dipercaya mendekati pengetahuan.

Dalam dunia di mana ambisi, nafsu untuk kekuasaan, kepentingan pribadi, birahi, kebanggaan, kemarahan, balas dendam, semua pemerasan dihormati, maka dia akan berlatih berbohong, mencuri, pergaulan bebas dari segala jenis, pemabuk, kekerasan, pembunuhan. – Leo Tolstoi