Kuntilanak dan Tukang Sate

Tepat setahun yang lalu, Suzana bintang film horor yang terkenal itu meninggal dunia. Dulu, saya lumayan suka dengan film-film horor yang dibintangi oleh Suzana. Sampai sekarang, bayangan saya tentang hantu perempuan, ya berwajah seperti yang digambarkan dalam film Suzana, berjubah putih, rambut tebal panjang agak acak-acakan, di sekeliling matanya hitam dan tajam kalau memandang, wajah putih pucat dan pelan saat bicara. Untungnya, belum pernah sekali pun saya melihat hantu yang sebenarnya, hi…jangan deh.

Film-film yang dibintangi Suzana, yang kembali diputar di TV sesekali saya nonton juga meskipun tidak full. Kalau diamati, plot cerita yang dibuat selalu sama. Seorang wanita dibunuh (atau diperkosa lebih dulu), karena arwahnya masih gentayangan, dia jadi sundel bolong atau kuntilanak untuk membalas dendam kepada para durjana, kemudian polisi dan ustadz datang ke lokasi TKP, tapi selalu saja terlambat, karena si hantu sudah keburu menghabisi para pelaku durjana. Kemudian, suami atau anak si wanita yang jadi hantu tersebut, minta agar dia kembali ke “alamnya” karena semua dendam telah terbalas. Ustadz melafazkan ayat kursi, hantu jadi asap dan menghilang. Tetapi sebelumnya, si hantu tadi memberikan nasehat ke anaknya atau titip pesan ke suaminya.

Kalau untuk cerita Nyi Blorong selalu dikaitkan dengan orang mencari pesugihan dan setelah kaya semakin serakah, akhirnya tewas dengan mengenaskan dan arwahnya jadi abdi Nyi Blorong.

Jika diamati lebih lanjut, film horor di era Suzana lebih bercita rasa Nusantara dibandingkan dengan film horor era sekarang ini. Maksudnya, unsur adat budaya nusantara selalu ada di film-film Suzana. Nyi Blorong, Ratu Kidul, Ratu Buaya Putih, atau pun Sundel Bolong sudah menjadi legenda masyarakat kita. Sementara film horor di era sekarang lebih berbau barat. Hanya satu film horor era sekarang yang pernah saya tonton : Hantu Bangku Kosong, karena penasaran saja kok film ini meledak banget.

Kembali ke film Suzana. Saya nonton tidak di bioskop 21, bahkan tidak pernah tahu apakah film-film Suzana dulu masuk jaringan 21 juga. Asyiknya nonton film Suzana di bioskop kampung, saya akan bersorak bersama penonton lain ketika Bokir atau Dorman Borisman lari terbirit-birit ketika dikejar-kejar sundel bolong, atau bersiut-siutan ketika Suzana beradegan syurr dengan lawan mainnya.

Bahkan penonton sudah bisa menduga ada adegan ketika ada tukang sate lewat di bawah pohon di mana si kuntilanak sedang duduk manis, kemudian si kunti mengerjai tukang sate dengan memesan sate sebanyak 50 tusuk dan dimakan sekaligus… pasti tukang sate akan lari dan teriak : toolllloooong…ada…. kuntilllaaannnakkkk…. Dan penonton selalu saja tertawa ngakak.

Dulu, saya juga nonton film Suzana di layar tancep di lapangan desa saya. Layar tancep ini disponsori oleh sebuah produk sabun, rokok atau makanan. Penggantian roll film, istirahat dulu, lampu dinyalakan lapangan jadi terang, orang-orang mendekat ke mobil promosi membeli produk yang ditawarkan.

Saya pun berpendapat sama dengan komentar-komentar yang saya baca di beberapa media, sampai sekarang Suzana belum tergantikan posisinya sebagai ratu film horor.