Krisis Pria Paruh-Baya

“…. bahwa masa krisis itu terjadi pada usia 34 – 45 tahun.”
Jim Conway – Men in Midlife Crisis

Jadi, kalau berdasar teori Conway, berarti saya masuk dalam rentang umur tersebut. Banyak cerita tentang krisis paruh-baya itu di lingkungan pergaulan kita.

Kecemasan yang datangnya pertama kali ketika seorang pria mulai menyadari kalau ada perubahan di tubuhnya, perut makin buncit, rambut pelan-pelan bertabur uban (ah.. ini sebenarnya peringatan Tuhan, supaya dia segera meninggalkan “dunia hitam” ke “dunia putih”), mudah lupa, dan perubahan fisik lainnya karena pertambahan usia.

Dia lebih nyaman model rambut cepak dan menghilangkan kumis, karena dia “kurang pede” memamerkan uban di rambut dan kumisnya. Memakai baju yang tidak dimasukkan ke dalam celana, supaya perut buncit ini bisa terkamuflasekan.

Masa lansianya kira-kira lima belas-dua puluh tahun lagi, di mana di masa ini akan menghasilkan berbagai macam penyakit yang tingkat kompleksitasnya cukup tinggi, bahkan mendekati kematian.

Kecemasan kedua seorang pria adalah pekerjaan. Apakah pekerjaan yang  ditekuni dan digelutinya sekarang ini bisa menjamin masa depan sekolah anak-anaknya, sementara cicilan rumah masih dua belas tahun lagi? Setiap bulan dia rutin mendapatkan gaji tanpa bisa melakukan kegiatan yang bisa menambah penghasilan di luar gaji. Kecemasan itu dibunuh dengan berkumpul dengan teman-teman satu komunitas setiap akhir bulan yang anggotanya berusia antara 40 – 50 tahun. Banyak peluang usaha yang dihasilkan dari acara kumpul-kumpul ini.

Betapa seringnya dia mendengar keluhan teman kalau yang sudah tidak betah bekerja di perusahaan itu, tapi bulan depannya dia masih menyaksikan temannya menggunakan seragam kerja yang itu-itu juga.  Rupanya, dia hanya mengeluh, depresi dan mengancam akan keluar dari pekerjaannya, tetapi besoknya dia akan datang lagi ke tempat kerja.

Ini gawat. Berapa banyak suami, yang pulang ke rumah hanya mendapatkan omelan dan keluhan istrinya: tiap hari pulang malam, kok hasilnya cuma segini? Bukan disambut dengan senyuman manis atawa sapaan hangat. Terakumulasi menjadi kemarahan, tidak saling percaya, kejengkelan: oh, aku telah dijajah dan dirongrong oleh istriku sendiri! Pada saat dia sedang dalam suasana hati yang sangat egois, dia sedang ingin memenuhi kebutuhannya sendiri, setan belang membisiki hatinya: ayo lakukan pengkhianatan!

Ada beberapa pria, yang di saat menyadari krisis paruh-baya sedang menderanya, justru tiba-tiba meningkat nilai spiritualitasnya. Ia segera insyaf ketika peringatan Tuhan menggelitik telinga dan batinnya.

Siapa itu?