Saya tinggal di kota sejuta poster. Ada yang bentuknya spanduk, baliho, banner, berbagai macam ukuran. Pemasangannya tanpa memperhatikan estetika sehingga menyebabkan kotornya suasana kota. Pemandangan kota makin rusak dengan dipasangnya bendera-bendera partai.
Perhatikan satu persatu pesan yang terkandung dalam poster itu: iklan rokok, iklan operator seluler, iklan perumahan tingkat real estate hingga perumahan kelas sederhana, pengobatan alternatif, iklan mobil, iklan motor, informasi diskon dari supermarket, himbauan tertib lalu-lintas, ancaman LSM terhadap perilaku korupsi, dukungan ormas ini-itu terhadap bakal calon gubernur, ucapan selamat dari legislator tingkat pusat, gambar bupati dan istrinya, gambar gubernur dan istrinya, gambar bupati dan wakilnya, gambar gubernur dan wakilnya, gambar ketua legislatif dan jajarannya, gambar kepala kepolisian, gambar pak menteri, gambar mantan presiden dengan latar belakang gambar bapaknya, gambar ketua partai yang sedang meringis, iklan memanjangkan dan memperbesar alat vital, tawaran masuk universitas/akademi, iklan launching mal baru, pentas boys band dan girls band di lapangan merah, iklan pentas lumba-lumba, informasi seminar cepat kaya, pembukaan resto dan karaoke, himbauan hidup bersih dengan membuang sampah pada tempatnya, damai itu indah, menolak keberadaan geng motor, sedot WC, kursus stir mobil, kursus jahit, tawaran kerja ke luar negeri.
Poster-poster itu telah menutupi papan penunjuk arah. Poster-poster itu telah mengotori tembok-tembok jembatan. Poster-poster itu telah menyiksa pepohonan, karena cara memasangnya dengan paku-paku yang tertancap di batang-batang pohon. Poster-poster itu meninggalkan noda di tiang-tiang listrik atawa telepon atawa di pagar-pagar rumah.
Tak ada ruang kosong yang tak ditempati poster: kaca angkot, dinding dan atap bangunan, warung dan kios, area pemakaman umum, taman dan jalur hijau. Tak ada yang peduli, tak ada yang mengendalikan.