Ketekunan Ekalaya

Ekalaya adalah cah ndeso, namun ia mempunyai keinginan untuk belajar pada Mahaguru Drona meskipun tempat tinggalnya jauh dari Hastinapura. Secara otodidak ia belajar berbagai macam kitab yang diperolehnya di pasar loak. Kitab-kitab yang mengajarkan ilmu filsafat telah ia pelajari semua. Ia pun belajar olah kanuragan termasuk menggunakan berbagai macam senjata. Namun, ada satu senjata yang paling ia sukai yaitu panah.

Mahaguru Drona adalah profesor ilmu perpanahan pada Hastinapura University. Nah, keahlian memanah Drona telah menarik minat Ekalaya untuk berguru kepadanya. Sebagai seorang yang mempunyai derajat rendahan akankah diterima Drona sebagai muridnya? Ekalaya bimbang sejenak. Tetapi karena tekad yang kuat ingin menguasai ilmu memanah, apapun resikonya ia akan tetap menghadap sang Mahaguru.

~oOo~

Siang itu Drona sedang melatih murid-muridnya di alun-alun Hastinapura, termasuk Arjuna murid kesayangannya. Dari sekian banyak murid, hanya Arjuna-lah yang cepat menguasai ilmu yang diberikan oleh Drona.

Ekalaya mengendap-endap memasuki alun-alun, menunggu Mahaguru Drona selesai memberikan kuliah. Ia bulatkan tekadnya untuk menghadap Mahaguru Drona yang diam-diam ia idolakan itu.

“Beribu maaf Mahaguru, nama saya Ekalaya. Lengkapnya Bambang Ekalaya,” katanya takzim di hadapan Drona.

“Mau apa kamu ke sini?” tanya Drona ketus.

“Belajar memanah, Mahaguru,” jawab Ekalaya sambil menunduk.

Drona mengamati wajah Ekalaya. Ada keseriusan di rautnya.

“Ambil panah dan busur itu. Bidiklah benda di sana itu!” perintah Drona sambil menunjuk benda yang dijadikan target latihan panahan murid-murid Drona.

Ekalaya mengambil busur dan anak panah di dekat kaki Drona, lalu ambil ancang-ancang membidik sasaran yang ditentukan. Mahaguru Drona mengamati gerak-gerik anak ndeso itu.

Plas!! Anak panah melesat dan mengenai sasaran. Mahaguru Drona terkesima, tak mengira akan kemampuan Ekalaya yang menurut penilaiannya melebihi kepandaian Arjuna, murid kinasihnya.

“Anak muda, aku tak bisa menerimamu sebagai murid. Kamu bukan golongan bangsawan, yang bisa belajar di Hastinapura ini. Maafkan aku,” Drona berkata sambil berlalu menjauhi Ekalaya. Dari mata batinnya, Drona tahu kalau Ekalaya akan menjadi ksatria pilih tanding. Namun, karena ia sudah kadung janji kepada raja Hastinapura tidak akan menerima murid selain dari Pandawa dan Kurawa.

~oOo~

Ekalaya tidak sakit hati. Ia segera meninggalkan alun-alun, namun tidak pulang ke rumahnya. Ia memasuki sebuah hutan. Setelah mendapatkan tempat yang dirasa bagus, ia mencari alang-alang kering. Daun alang-alang itu dibentuk sebuah patung yang mirip dengan sosok Mahaguru Drona.

“Aku akan belajar memanah di sini, di depan Mahaguru Drona,” katanya pada diri sendiri sambil menancapkan kaki patung Drona. Ia tersenyum pada patung Drona.

Begitulah, setiap hari ia belajar memanah di depan patung Drona. Sebelum dan setelah berlatih ia selalu menyembah gurunya itu. Saat berlatih ia merasa seperti diawasi dan dibimbing oleh Drona. Ia terus berlatih dan tanpa terasa sudah memasuki bulan ke dua belas. Enam bulan sebelumnya, Ekalaya kawin dengan Anggraini, gadis cantik dari tetangga sebelah. Meskipun sudah mempunyai istri, ia tetap rajin belajar memanah di depan patung Drona.

~oOo~

Pandawa dan Kurawa pun melakukan praktek lapangan terhadap ilmu yang diajarkan oleh Mahaguru Drona. Mereka diperkenankan untuk berburu binatang di hutan. Arjuna yang merasa paling pandai menguasai ilmu memanah memisah diri dari murid yang lain. Ia memburu seekor kijang yang larinya sangat lincah. Ia memasang anak panah, lalu ia lepaskan anak panah itu dan mengenai paha kijang. Arjuna mengejarnya. Suara kijang meraung-raung terdengar oleh Ekalaya yang sedang berlatih di depan patung Drona. Secepat kilat, ia lontarkan anak panahnya dan tepat mengenai jantung kijang itu. Arjuna terkejut ada anak panah melesat dan mengenai sasaran secara telak. Kijang ambruk, tewas. Arjuna berjalan mengendap untuk mengetahui siapa yang memanah kijang buruannya.

Arjuna melihat Ekalaya menyembah sebuah patung, kemudian pergi meninggalkannya. Arjuna penasaran. Ia mengikuti ke mana perginya Ekalaya. Ternyata, Ekalaya pulang ke rumahnya.

Ekalaya disambut oleh Anggraini, istrinya yang jelita. Semua itu disaksikan oleh mata Arjuna, sang playboy dari Hastinapura University.

~oOo~

Hari-hari berikutnya, Arjuna memutar otak bagaimana menaklukkan hati Anggraini. Iblis dari golongan thukmis-pun membisiki niat busuk ke dalam hati Arjuna. Setiap Ekalaya tidak di rumah, Arjuna mendatangi Anggraini menggoda kesetiaan Anggraini.

O, Arjuna tahukah kau Anggraini adalah istri yang sangat setia kepada suaminya, sehebat apa pun rayuan maut yang kau berikan hatinya tak akan berpaling kepadamu.

Setelah beberapa kali digoda oleh Arjuna, Anggraini pun mengadukan perilaku Arjuna itu kepada suaminya. Ekalaya tidak terima. Ia menunggu kedatangan Arjuna.

Syahdan, terjadi perkelahian dua lelaki, Ekalaya vs Arjuna. Tak puas dengan tangan kosong, mereka mengadu kekuatan dengan anak panah. Bagi Ekalaya menjadi suatu kebetulan, bisa mempraktekkan ilmu memanah yang dipelajarinya secara otodidak selama ini.

Anak-anak panah saling melesat. Maka, pada suatu kesempatan anak panah Ekalaya mengenai dada Arjuna. Adik Bima itu tersungkur bersimbah darah. Tak bergerak.

Ekalaya telah membela kehormatan dan kesetiaan istri yang dicintainya itu.