Kasihan pemuda kita

Akhirnya SBY menunjuk Roy Suryo sebagai Menpora menggantikan pendahulunya yang mengundurkan diri. Dalam pidatonya SBY menyebutkan ada tiga tugas penting yang akan diemban Roy Suryo yakni (1) mengonsolidasikan Kementerian Pemuda dan Olah Raga di tengah perhatian publik, (2) mengulang prestasi kontingen Indonesia dalam Sea Games Myanmar, dan (3) segera mengakhiri kemelut dalam persepakbolaan Indonesia.

Aduh, masalah pemuda-nya malah nggak disinggung babar blas. Padahal masalah pemuda tak kalah peliknya. Peran pemuda hanya akan diingat ketika ada seremoni peringatan Sumpah Pemuda setiap tanggal 28 Oktober.

Saya berharap, nekjika nanti Bang Haji Rhoma Irama terpilih menjadi Presiden RI berikutnya beliau akan lebih serius memberikan perhatian kepada pemuda, seperti tertuang dalam syair lagu-lagunya: Darah Muda, Mirasantika, atawa Begadang.

~oOo~

Banyak pemuda kita yang babak belur bukan karena tawuran, tetapi karena pundaknya menyangga beban kepentingan politik rezim yang berkuasa. Pemuda yang saya sebut itu adalah kaum pelajar dan beban kepentingan itu berupa kurikulum sekolah.

Hal itu berlanjut sampai SMA, setidaknya sampai kelas 10. Jujur saja, dalam hati aku menjerit minta sakit biar tidak perlu sekolah (ah oke, lumayan kan libur satu hari?) dan tiba-tiba Tuhan mengabulkan doaku. Tanggal 19 Januari kemarin aku jatuh dari motor sampai tangan kananku patah—hebat kan aku masih ingat tanggalnya, eh?—lalu aku mendapat jatah satu hari istirahat di rumah. Wah, brilian. Sementara orang-orang menyeret dirinya ke dalam gedung kokoh penuh peraturan (baca: sekolah), aku malah berbaring sambil menonton TV di rumah, plus tangan kanan yang nyut-nyutan. Andai aku bisa minta cuti sampai tangan kananku benar-benar pulih—tapi itu mustahil, dasar pihak sekolah yang kelewat kangen padaku. Memangnya gampang merangkum beberapa halaman dari buku paket dan mencoba tolak peluru dengan tangan kanan bengkak dibalut perban dan kayu?

Dari postingan Kika berjudul: Sometimes you need break from school

Perhatikan anak atawa keponakan Anda. Berapa berat tas yang ia bawa saban harinya ke sekolahnya? Buku-buku tebal berjejalan di dalam tas mereka yang siap menjejal ke otak mereka hari itu. Beban tas membuat punggung mereka bongkok di usia muda. Pulang sekolah ada setumpuk PR yang mesti dikerjakan. Tak heran, banyak anak muda yang rambutnya sudah beruban. Mereka jadi penghapal pelajaran tanpa tahu makna ilmu yang ia pelajari.

Nanti, menjelang waktu ujian nasional, akan terjadi peristiwa kesurupan massal. Tubuh kejang, mata mendelik, mulut komat-kamit bersuara tak jelas apa artinya. Itulah ritual tahunan pemuda kita. Peristiwa ini tercatat sebagai kesurupan massal terbanyak di dunia!

~oOo~

Status RSBI/SBI dibubarkan! Ada yang bersedih ada yang berteriak kegirangan. Saya termasuk orang yang menyesalkan hilangnya status RSBI/SBI ini. Saya melihat, sekolah berstatus RSBI/SBI mengajarkan materi pelajaran bukan dengan cara konvensional lagi. Proses belajar-mengajarnya nggak satu arah: guru mulutnya sampai meniran karena kebanyakan bicara, sementara murid diam mendengarkan. Murid lebih aktif: dapat menggali ide lalu dituangkan dalam tulisan. Tak sampai di situ, mereka harus mempresentasikan di depan kelas menyampaikan idenya itu kemudian mereka berdebat. Meskipun RSBI/SBI sudah bubar, setidaknya, cara belajar di sekolah seperti itu agar dipertahankan.

Tapi… ya sudahlah, memang sudah nasibnya pemuda Indonesia. Kasihan.