Hanoman mampir

Hanoman dan pasukannya telah memasuki hutan Purwarengga, hutan yang masih perawan yang terkenal wingit, penuh misteri. Hanoman mendapatkan tugas mulia dari Prabu Ramawijaya untuk datang ke Kerajaan Alengka meminta dengan baik-baik kepada Rahwana agar sudi mengembalikan Dewi Sinta yang diculiknya.

Menjelang hari ketiga berada di hutan Purwarengga, Hanoman dan pasukannya merasa sangat kelelahan. Mereka sulit sekali mendapatkan sekedar makanan untuk mengganjal perut yang lapar. Demi kesetiaan kepada junjungannya, pasukan kera itu terus menerjang semak belukar yang duri-durinya telah melukai tubuh mereka.

Hanoman menghentikan pasukan keranya ketika di depan ia melihat reruntuhan bangunan. Beberapa di antaranya masih terlihat utuh. Seperti bekas bangunan sebuah keraton. Hanoman pun menelisik setiap sudut bangunan, namun ia tak menemukan penghuninya.

“Selamat datang di keratonku, ksatria gagah berani. Mari silakan masuk ke balairung yang sederhana ini!” Hanoman terkejut mendengar suara perempuan yang menyapanya. Tetapi ia tak melihat sosoknya.

Tak lama, sosok perempuan datang menghampiri Hanoman. Meskipun ia raksasa, tapi wajahnya sungguh cantik jelita.

“Namaku Hanoman, tuan putri. Perkenankan kami istirahat sejenak di keratonmu ini. Lihatlah pasukanku sudah sangat kelelahan, mereka perlu ngaso barang sebentar,” ujar Hanoman takzim. Ia tak habis mengerti kenapa di tengah reruntuhan kerajaan seperti itu ada perempuan cantik yang sudi tinggal di dalamnya.

“Baiklah, Hanoman. Silakan kalian beristirahat di sini. Namaku Sayempraba,” jawab raksesi cantik itu. Lalu katanya, “tak ada orang lain selain diriku dan seorang emban setiaku, karena semenjak Rahwana membunuh ayahku dan memporakporandakan kerajaanku, semua rakyat mengungsi entah ke mana.”

Tak lama, Hanoman dan pasukannya tertidur pulas di balairung maupun di halaman keraton. Sayempraba tak tega membiarkan Hanoman tidur di lantai, maka ia angkat tubuh Hanoman dan ia bawa ke pembaringannya. Sebagai perempuan yang sangat lama tidak bersentuhan dengan lelaki, ia gemetar ketika membopong tubuh Hanoman. Meskipun Hanoman berujud kera, namun ia berwajah tampan mewarisi paras ayu Dewi Anjani, ibunya.

Tak puas memandang, Sayempraba pun membelai wajah Hanoman dan mengecup keningnya. Hanoman mulai tersadar dari lelapnya. Aroma wangi kembang melati dari rambut Sayempraba membuat ia bangkit dari pembaringan. Ia heran, lelah dan letih di tubuhnya sirna sudah.

“Kenapa aku bisa ada di sini, tuan putri?” tanya Hanoman.

“Aku tidak tega membiarkanmu tidur di lantai, maka kamu aku pindahkan ke sini!” jawab Sayempraba sambil tangannya mengelus pipi Hanoman. Lalu, ia genggam tangan Hanoman dan meremasnya.

“Kekuatanku telah pulih kembali, tuan putri. Berapa lama aku tertidur di sini?” tanya Hanoman lagi.

“Syukurlah kalau begitu. Itu yang aku harapkan, sehingga kamu kini bisa menolongku, wahai ksatria gagah berani!” kata Sayempraba yang gerakan tangannya makin tak terkendali.

Hanoman diam.

“Wahai Hanoman, aku bagaikan tanaman padi yang lama tidak tersiram air hujan. Sekarang kamu ada di sini, berilah aku guyuran air hujan kenikmatan,” rayu Sayempraba.

Bagaikan daun kering tersulut api, maka api asmara keduanya segera mendidihkan nafsu. Panasnya panci di atas tungku akan dihindari, namun kalau panasnya tubuh perempuan akan dirangkulnya jua. Mereka berdua pun ngumbar kridhaning rasa. Tanpa paksaan, tanpa ada yang mengganggu.

“Terima kasih Hanoman, kamu telah membuat hatiku sangat bahagia seperti ini. Oh iya, kok aku malah lupa bertanya. Kenapa kamu dan pasukanmu berada di tengah hutan Purwarengga. Apa yang kamu cari?” tanya Sayempraba sambil membelai rambut di dada Hanoman.

“Sesungguhnya aku diutus oleh rajaku, Ramawijaya, untuk menyerang Kerajaan Alengka dengan memusnahkan Rahwana beserta seluruh isi Alengka, jika ia tak mau menyerahkan Dewi Sinta kepada Ramawijaya. Masih jauhkah Alengka, tuan putri?” tutur Hanoman.

Oh, Hanoman. Kamu akan menyerang Alengka dan memusnahkan isinya? Tahukah kamu, wahai Hanoman, aku adalah keturunan raksasa. Jika kamu memusnahkan Alengka, yang nota bene kerajaan para raksasa. Aku tidak terima dengan niatmu ini. Nanti tidak ada lagi raksasa yang hidup di muka bumi. Lagi pula, sejak kerajaanku takluk di bawah Alengka, aku dijadikan selir oleh Rahwana.

“Alengka tak jauh lagi. Hanya sehari perjalanan. Tapi kalian istirahatlah barang sejenak, aku dan embanku akan memberikan kalian makanan yang melimpah agar kekuatan kalian semakin pulih. Hanoman yang mendengar tawaran itu senang bukan main.

Dan benar saja. Sayempraba menyediakan berbagai macam buah-buahan segar. Pasukan kera sangat suka cita mendapatkan pasokan buah-buahan yang demikian ranum. Pun dengan Hanoman, ia tak menunggu lama dan segera menyantap makanan yang ada di depannya.

Pasukan kera kekenyangan. Tak lama terjadi keributan. Satu persatu prajurit kera merasakan keanehan pada matanya. Olala, mereka buta. Demikian juga dengan Hanoman. Mereka saling tabrak dan saling dorong karena tiada bisa melihat lagi.

Hanoman memerintahkan kepada semua prajuritnya untuk saling bergandengan tangan. Ia sendiri berjalan paling depan dengan tertatih-tatih. Mereka tak tahu ke mana harus melangkah.

Semakin berat perjalanan ke Kerajaan Alengka.