Akhir tahun 2018 tinggal hitungan hari saja, tetapi kesibukan Mas Suryat serasa tiada kendat. Ada belasan surat yang mesti ditanggapi sebelum tahun berganti, sementara staf admin sudah keburu cuti tahunan. Ketika ia sedang konsentrasi level tiga, Gino datang ke ruangannya menyajikan kopi item kesayangan Mas Suryat.
“Gorengannya habis, pak!”
Mas Suryat memang pesan gorengan Gino yang saban hari ia siapkan di meja pantry. Aneka gorengan bikinan istrinya itu main ditaruh saja. Bagi siapa pun yang ingin mengudap gorengan tersebut tinggal menaruh uang di kaleng biskuit di ujung meja.
“Nanti kalau kamu keluar kantor tolong belikan tempe mendoan ya?”
“Inggih, pak. Ngomong-omong pak Suryat ndak cuti?”
“Ndak, No. Jaga kantor saja nih. Lha kamu sendiri piye?”
Gino menyeret kursi di depan meja Mas Suryat untuk memudahkan baginya duduk di kursi tersebut.
“Saya malah sekalian mau minta pamit dan doa restunya, pak. Anu… minggu depan ini saya mau berangkat umroh.”
Mas Suryat terkejut mendengar tuturan Gino, lalu ia menutup laptopnya supaya leluasa ngobrolnya. Enam detik ia pandangi wajah dan mata Gino untuk memastikan Gino tidak sedang bercanda.
“Bener, No?”
“Inggih pak, insya Allah. Saya kan nuruti nasihat pak Suryat. Seperti waktu ngajari saya supaya bisa berkurban dulu. Saban bulan saya menabung lima ratus ribu. Demikian juga istri saya, menyisihkan hasil jualan gorengan, lima ratus ribu per bulan. Nah, empat tahun terkumpul dua puluh empat juta. Biaya umroh per orang kan sekitar segitu to, pak?”
“Selamat… selamat…, No!”
Mereka bersalaman sangat erat. Lalu mas Suryat bertanya banyak tentang kesiapan Gino mulai dari pembuatan paspor, suntik meningitis, kegiatan manasik dan lain-lain.
“Semua sudah beres, tinggal berangkat kok pak.”
Gino mengulurkan henpon pintarnya, sesekali jemarinya menggeser layar. Ia sedang menunjukkan foto-foto saat ia dan istrinya manasik, antri suntik vaksin meningitis di Kantor Kesehatan Pelabuhan, Gino berbaju ihram, dan banyak lagi.
“Alhamdulillah. Salah satu bentuk syukur kita kepada Gusti Allah adalah berkunjung ke Baitullah dan rumahnya Kanjeng Nabi. O iya, nanti di sana sempatkan berdoa untuk kebaikan dan kemajuan perusahaan tempat kita bekerja ini ya, No!”
Mas Suryat tidak pernah meragukan kemampuan orang untuk pergi ke Tanah Haram. Sudah banyak sekali contoh keajaiban orang bisa pergi umroh atau haji. Kalau Gusti Allah sudah berkehendak, tak ada makhluk yang mampu menghalangi kehendak tersebut.