Dan kami pun mengungsi

Sungguh tiada terbayang sebelumnya kalau kompleks perumahan kami bakal kena banjir. Tujuh belas tahun saya tinggal di Karawang, baru sekali ini merasakan nikmatnya kebanjiran. Jika selama ini cuma menyaksikan tayangan televisi atawa membaca surat kabar, kini saya merasakan disapa oleh makhluk ciptaan Tuhan yang bernama air, dalam jumlah yang sangat banyak.

Air pertama kali menggenangi jalan di depan rumah sangat lambat debitnya. Dengan pengukuran yang sederhana, saya mencatat air naik ke permukaan rata-rata 2 cm per jam. Ketika rumah-rumah mulai tenggelam, aliran listrik diputus oleh PLN. Hape lo-bet, tak ada listrik untuk nge-charge. Komunikasi terganggu. Dengan keterbatasan battery di laptop, saya kabarkan kebanjiran ini!

Air mengalir cukup deras di Senin ( 22-03-2010) dini hari. Evakuasi pun mulai dilakukan bagi warga yang belum mengungsi, tak terkecuali keluarga saya. Kini, saya mengungsi di tempat yang cukup aman. Beberapa waktu yang lalu, saya kembali ke rumah untuk mengambil sejumlah pakaian, maklum ketika pergi mengungsi kemarin membawa pakaian seadanya saja. Saat ini saya sedang berusaha menormalkan suasana hati anak-anak, terutama anak pertama yang akan mengikuti Ujian Akhir Nasional (UAN) pada Senin pekan depan.

Perihal banjir kali ini, informasi yang kami terima sungguh simpang-siur yang kadang membuat bertambahnya rasa kuatir, seperti jebolnya Waduk Jatiluhur, banjir akan masih terjadi hingga tanggal 25 Maret 2010, wilayah Bandung dan sekitarnya masih hujan lebat sehingga debit Citarum sebesar 5000 m3/detik, dan sebagainya.

Entah, kami harus percaya kepada siapa.