Calo tiket

Mulai hari ini, 15 Februari 2015 Kemenhub meniadakan penjualan tiket langsung di Bandara, salah satu alasan untuk menghilangkan calo tiket. Namun, aturan tersebut ditunda hingga tiga bulan ke depan.

Tanya mengapa?

Saya tak tahu persis alasan pengunduran tersebut. Mungkin agak rumit urusannya, sebab kebijakan tersebut akan menghilangkan satu mata rantai jenis pekerjaan yang berhubungan dengan percaloan tiket pesawat. Saya punya pengalaman menarik mengenai hal ini.

Pada suatu ketika saya akan pergi ke SOC, sudah punya tiket yang saya pesan melalui agen travel online langganan saya. Kok ndilalah, saya terlambat sampai di CGK. Tentu saja tiket saya tadi menjadi hangus. Perjalanan ke SOC berikutnya, ada di dua maskapai penerbangan. Saya datangi loketnya, dan menurut petugasnya tidak ada tiket lagi.

“Butuh tiket ke SOC, Mas?” sapa seseorang dengan ramah ketika saya beranjak dari loket.

“Iya. Berapa?” tanya saya, tak menaruh curiga sebab saya sudah mengira kalau ia seorang calo tiket.

“Sembilan ratus lima puluh,” jawabnya, sambil menunjukkan selembar tiket.

Saya pegang tiket tersebut untuk saya amati. Destinasi, nomor penerbangan dan jadualnya sesuai dengan apa yang tercantum dalam papan pengumuman keberangkatan dan kedatangan pesawat. Tetapi tentu saja, pada tiket tersebut tercantum nama seseorang, bukan nama saya.

“Apa saya bisa cek in, kalau nama di tiket beda dengan KTP saya?” tanya saya menyelidik.

“Mas tenang aja, ntar ada yang ngatur. Setuju nggak dengan sembilan ratus lima puluh?” katanya mantap.

Saya mengiyakan dan minta supaya menunggu saya sebentar karena mesti ambil uang di ATM. Saya membezuk jam tangan, setengah jam lagi waktunya boarding.

***

Mas Calo menyelesaikan tugasnya ketika melakukan “serah terima” perkara saya dengan seseorang yang berseragam petugas maskapai (tapi saat itu ia berjaket), sebut saja Mas Cakep. Ia memperkenalkan dirinya dan melayani saya sangat ramah. Ia juga yang menarik koper saya. Saya hanya mengikutinya dari belakang.

Petugas Bandara membiarkan kami masuk tanpa dilakukan pemeriksaan tiket untuk menuju ke tempat cek in. Sepi. Saya kira waktu cek in sudah habis, sebab suasana sekitar konter cek ini sepi. Mas Cakep yang melakukan cek in termasuk yang urus bagasi saya.

“Bapak ikuti saya saja!” perintah Mas Cakep.

Ia mengeluarkan uang untuk bayar airport tax. Kami naik ke lantai berikutnya untuk menuju ke ruang tunggu. Lagi-lagi petugas mempermudah kami, hingga akhirnya kami sampai di ruang tunggu.

“Kita transaksi di toilet saja, Pak!” perintahnya.

Kami turun melalui tangga, sebab letak toilet ada di sana. Di tempat itu saya memberikan uang sebanyak sembilan ratus lima puluh kepadanya.

Boarding nanti nggak ada masalah kan?” tanya saya masih agak was-was.

“Habis ini saya akan bilang ke teman di atas. Kalau ada apa-apa ini nomor hape saya,” ia menyebutkan rangkaian angka-angka.

***

Saya berharap jadual pesawat tepat waktu, tetapi salah duga. Saya kudu menunggu sekitar satu jam lagi untuk saatnya boarding. Saya menduga, jangan-jangan mengulur waktu keberangkatan pesawat hanya untuk memberi kesempatan para calo memburu mangsa kepepet seperti saya.

Pengalaman di atas sekali-kalinya saya menggunakan jasa calo tiket. Belakangan saya menyadari kalau terjadi apa-apa urusannya bisa sangat berabe, bukankah dalam daftar manives penumpang tidak tercantum nama saya?