Retno Dumilah pun manut

Kemonceran Kadipaten Purabaya yang diperintah oleh seorang perempuan yang bernama Retno Dumilah itu membuat Senopati penguasa Mataram ingin menaklukkan Purabaya dalam serangan besar-besaran. Siapa sangka, prajurit Mataram yang terkenal gagah berani itu kalah perang melawan prajurit Purabaya. Tak tanggung-tanggung, Adipati Retno Dumilah sendiri yang menjadi panglima perangnya.

Prajurit Mataram kocar-kacir dan akhirnya mundur teratur kembali ke Mataram. Senapati jengkel betul dengan situasi semacam itu. Ia merasa dipermalukan oleh seorang perempuan. Maka, Senapati mengatur siasat.

Kadipaten yang terletak di sebelah timur Gunung Lawu itu beberapa tahun sebelumnya pernah dikalahkan oleh Senapati dengan suatu siasat licik. Ketika itu Purabaya dipimpin oleh Pangeran Mas, ayah Retno Dumilah.

Karena mengetahui kalau Kadipaten Purabaya akan diserbu oleh Mataram, maka Pangeran Mas minta bantuan kepada kadipaten-kadipaten lain di wilayah Jawa bagian Timur dan mereka segera mengirim pasukan gabungan yang dinamakan pasukan Bang Wetan dengan jumlah prajurit ribuan banyaknya. Mengetahui kekuatan musuh yang demikian besar, Senapati keder juga.

Saat itu, Senapati dan pasukannya sudah berada di perbatasan Kadipaten Purabaya. Ia segera menyusun siasat. Ia memanggil salah satu selirnya yang jelita, Nyai Adisara, untuk menjalankan siasat yang telah disusunnya.

Nyai Adisara yang cantiknya keterlaluan itu diantar empat puluh prajurit untuk dipersembahkan kepada Pangeran Mas sebagai tanda takluk Mataram. Pangeran Mas yang terpesona kecantikan Nyai Adisara lupa diri dan menerima takluknya Mataram begitu saja. Sebagai tanda kalau Mataram  takluk di bawah duli Purabaya, Nyai Adisara mencuci kaki Pangeran Mas dan air bekas cucian kaki tersebut akan diminum oleh Senapati.

Karena Mataram sudah menyatakan takluk, maka pasukan Bang Wetan membubarkan diri dan kembali ke barak masing-masing. Di saat terlena seperti itu, prajurit Mataram menyerbu pasukan Purabaya yang jumlahnya tak seberapa banyak itu. Pangeran Mas lari ke arah timur dengan meninggalkan Retno Dumilah untuk mengurus kadipaten.

***

Kini, Senapati dan Retno Dumilah saling bertemu. Retno Dumilah mempersiapkan diri untuk perang tanding. Penguasa Mataram itu hanya menggunakan tangan kosong, sementara Retno Dumilah menghunus keris Kyai Gumarang. Perempuan yang cantiknya membuat rembulan selalu cemburu itu mendengus sebab ia ingin segera membunuh lelaki yang ingin menguasai Kadipaten Purabaya.

“Untuk apa kita berperang melibatkan para prajurit kita, anak manis? Maukah engkau perang tanding denganku?” ujar Senapati lembut.

“Justru perang tanding ini yang aku tunggu! Ayo cepat cabut senjatamu!” tantang Retno Dumilah.

“Tidak, aku tak sanggup melukai tubuhmu yang mulus itu, anak manis,” rayu Senapati.

Kata-kata Senapati membuat darah Retno Dumilah mendidih. Mereka bertempur sangat seru, meskipun akhirnya Retno Dumilah kalah. Kerisnya terlontar jauh dari jangkauan tangannya.

“Cepat bunuh aku, Senapati!” pinta Retno Dumilah.

Senapati tersenyum. Lelaki flamboyan yang terkenal lihai menaklukkan hati para perempuan itu mengeluarkan jurus maut dalam hal rayu-merayu. Retno Dumilah yang terkenal sebagai adipati perempuan tangguh itu, hatinya luluh-lantak, pasrah oleh rayuan Senapati.

Tanda takluk Purabaya kepada Mataram adalah ketika Retno Dumilah bersedia menjadi istri Senapati. Retno Dumilah pun manut saja ketika ia diboyong Senapati ke Mataram.