Anda jangan terkecoh dengan pedagang kaki lima yang menawarkan barang dagangannya dengan bahasa arab. Barang yang sebenarnya murah jadi mahal. Paling tidak Anda harus hapal bahasa arabnya angka 1 sampai dengan 10.
Ini terjadi di Mina. Ada seorang anak muda menggelar dagangan berupa tasbih dan jam tangan. Dia teriak-teriak: “khamsa (lima) riyal… khamsa riyal….” Sambil mengangkat-angkat barang dagangannya itu. Tak lama kemudian beberapa orang jamaah haji Indonesia mengerumuninya. Tanya ini itu pakai bahasa Indonesia, dan dengan kata-kata yang terbatas, si penjual mengadakan komunikasi dengan calon pembelinya.
Diam-diam saya memerhatikan si penjual. Wajahnya sih arab, tapi kok tidak berjenggot sedikit pun (hey, memang semua orang Arab berjenggot ya?). Dia sangat hati-hati dalam berkata-kata dalam bahasa Indonesia, dia hanya bicara: “barang bagus…murah…” (dengan logat kearab-araban). Satu-dua orang menawar, tapi tidak dikasih. Akhirnya mereka membeli tasbih tersebut, yang di tempat lain seharga 1 – 2 riyal saja. Secara tak sengaja saya mendengar mulut si penjual tasbih yang komat-kamit ketika memberikan uang kembalian kepada pembeli sebanyak 5 riyal (terdiri dari uang 1 riyal-an): satu, dua, tiga, empat, lima).
Dalam hati saya berkata: hmm ini sih rang Indonesia. Iseng-iseng saya berkata kepadanya, “Mas, boleh nggak saya tawar 2 riyal, saya mau beli 10 biji”
Eh, spontan dia menjawab, “Nggak bisa pak!”
Dengan jawaban itu, terjadi kehebohan di sana, para pembeli jadi ger-geran. Bapak yang beli tasbih 5 riyal tadi ikut-ikutan nimbrung, ”pantes aja…arab kok nggak jenggotan” katanya, sambil memegang dagu si penjual.
Si anak muda tadi cuma nyengir.
Omong punya omong, si pemuda itu orang Situbondo Jawa Timur.