Belajar motret

Di mana-mana banyak orang belajar fotografi, karena ilmu fotografi sangat mengasyikan. Alat fotografi yang digunakannya pun bermacam-macam dari yang paling sederhana hingga super canggih. Cara paling praktis memakai kamera hape, tinggal jepret jadilah itu foto. Kamera saku pun demikian mudah, karena dibuat otomatis. Bentuknya yang kecil sehingga mudah disimpan dan dibawa ke mana-mana. Tapi meskipun kecil, ia bisa menyimpan ratusan atawa ribuan gambar.

Itulah salah satu kehebatan teknologi yang diciptakan untuk membantu kehidupan manusia. Tapi, teknologi itu tak banyak berguna jika penggunanya tak bisa memakainya. Hasilnya kurang maksimal. Pun dengan fotografi. Secanggih apapun jenis kameranya, nekjika tak bisa menggunakannya tentu saja hasilnya kurang maksimal. Jadi, tergantung orang yang menggunakan kamera tersebut. Situasi yang diharapkan adalah kamera yang dipakai bagus sekaligus yang menggunakannya pun mampu mengendalikan kamera yang dipakainya itu.  

Kalau orang lain pada belajar fotografi, saya baru taraf belajar motret: jeprat-jepret dengan posisi stel otomatis, belum memerhatikan perkara pencahayaan/eksposure, jarak fokus, anatomi lensa, shutter dan lain-lain. Berikut saya bagikan hasil belajar motret yang saya lakukan dengan obyek orang yang sedang motret.

Bila suatu ketika Anda pergi bertamasya hanya berdua dengan pacar dan Anda ingin berfoto bersama dengannya, jangan sungkan-sungkan untuk meminta tolong orang di sekitar Anda.

Jika obyek yang akan difoto itu sulit, jangan segan untuk duduk ndoprok atawa dalam posisi dlosor. Toh orang yang yang melihat gaya seperti itu akan maklum. Foto di atas, kakak dan adik bergantian memotret.

Dari gayanya sih, kedua fotografer di atas sepertinya sudah terbiasa dan akrab dengan kamera DSLR yang mereka gunakan.

 ~oOo~

Saya akan berusaha untuk meningkatkan level belajar motret menjadi belajar fotografi. Saya salut dengan kemajuan yang dicapai oleh Kang Getolmoto dalam belajar fotografi. Tips dan trik Kang Getolmoto didapatkan dari praktiknya dan itu bisa jadi referensi saya nantinya. Apalagi jika saya nanti dibimbing oleh mentor spiritual yang sudah bergelar Sang Mpu dalam hal olah kanuragan DSLR. 

Enche Tjin dalam bukunya Kamera DSLR itu Mudah (Bukuné, Maret 2011) mengatakan belajar fotografi tidak ada habisnya, banyak jenis fotografi yang dipilih, dari foto portrait, pemandangan, jurnalistik, anak-anak, keluarga, pernikahan dan lebih banyak lagi. Maka dari itu jangan cepat puas hanya belajar sampai situ saja.

Ia juga menyarankan belajar fotografi bisa dilakukan melalui buku-buku, menghadiri seminar, workshop, dan kursus lainnya secara berkesinambungan. Masing-masing orang mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda. Ada yang bisa dengan cara otodidak, tapi banyak yang perlu dibantu. Kalau memang kita bisa otodidak, kita bisa menginvestasikan buku dan latihan sendiri. Tapi bila kita merasa lebih cepat maju dengan adanya guru atawa mentor, jangan ragu untuk mencarinya.

Tak kalah penting adalah membangun jaringan sosial. Kita akan saling berbagi ilmu, selain itu juga menjadi lebih semangat. Sedangkan yang paling penting adalah meskipun sudah memahami dan menguasai dasar fotografi tetapi tak ada artinya kalau tidak dipraktikkan. Praktik penting untuk menerapkan wawasan dan ilmu fotografi kita.

Yuk, belajar fotografi!