Ario Wisanggeni menuntut pengakuan anak dari Arjuna

Bro, perempuan ndak pernah salah, dan kalau ia ternyata salah, kamulah penyebabnya. Jangan berusaha membuktikan bahwa ia salah, karena itu akan menjadi awal dari penderitaanmu. Mengalah sajalah Bro, dalam kasih sayang dan kelembutan, karena sebetulnya ia tahu kalau ia salah. Ia akan menyesuaikan diri. Jangan hanya kesal saat perempuan marah, tapi ingat juga saat ia sangat baik dan penyayang. Tanpa perempuanmu, hidupmu ndak akan komplit.

Banyak wanita, bahkan bidadari yang tersihir dan terpesona oleh serangkaian kalimat yang terucap dari lambe-nya Arjuna.

Adalah Dewasrani bidadari penghuni kahyangan yang tak lain adalah anaknya Bathari Durga, memendam rasa cemburu berat kepada Desranala yang juga bidadari. Kok cemburu toh mbak? Iya, soalnya Desranala dikawin oleh Arjuna beberapa bulan sebelumnya. Mereka saban hari berbulan madu di awan biru tiada yang mengganggu. Bulan madu di atas pelangi juga. Sak karepmu, namanya juga di kahyangan.

“Mami, tolong pisahin Desranala dari Arjuna dong!” rajuk Dewasrani pada Durga.

“Memang kamu cinta berat pada Arjuna?” goda Durga pada anak perempuannya itu.

Maka, Durga menghadap suaminya yang tak lain adalah Bathara Guru. Permintaan Durga diturutinya lalu ia memanggil Bathara Agni – sang dewa api, untuk merealisasikan keinginan Durga. Agni sebagai bawahan tentu saja sendika dhawuh saja atas titah atasannya. Agni pun memanggil anaknya, ya si Dresnala itu, bersama dengan Arjuna.

“Jun, untuk sementara kamu turun ke bumi. Istrimu diminta Bathara Guru menjadi penari di kahyangan. Nah, tentu saja Dresnala kudu banyak latihan tari dulu. Dari  pada kamu menunggu lama, lebih baik pulang ke bumi. Piye?” tanya Brama.

Inggih, saya manut saja,” sembah Arjuna. Ia tak menaruh curiga. Sesungguhnya ia senang juga bisa kembali ke bumi, soalnya para istrinya yang lain kangen kepadanya.

***

Arkian, Agni pun menumpahkan kemarahan kepada Dresnala ketika ia menolak bercerai dari Arjuna. Lha piye, Dresnala kadung cinta pada suaminya itu. Apalagi ia tengah berbadan dua! Bathara Agni ngamuk, dan memaksa Dresnala menggugurkan kandungan. Dresnala menolak. Agni pun makin naik pitam. Tanpa rasa kasihan, ia tonjok perut anaknya. Dresnala meronta kesakitan. Perutnya mulas.

Bayi Dresnala lahir prematur!

Agni kalap. Tak peduli kalau bayinya itu cucunya sendiri, ia angkat tubuh mungil itu dan dilemparkan ke dalam kawah Candradimuka di Gunung Jamurdipa.

Dari kejauhan Bathara Narada menyaksikan kebengisan seorang kakek yang tega memisahkan hubungan perkawinan anaknya dan bahkan tega membunuh cucunya sendiri.

Narada tak tinggal diam. Ia segera menuju ke kawah Candradimuka untuk menyelamatkan sang jabang bayi.

***

Syahdan, betapa terkejutnya Narada ketika ia mendapati bayi itu berenang di dalam kawah yang panas membara. Semakin lama bayi itu semakin membesar dan jadilah seorang pemuda tampan. Narada menyuruh pemuda itu mentas dari kawah.

“Oalah cah bagus, syukurlah kamu selamat tak kurang suatu apa. Candradimuka yang seharusnya membunuhmu, justru malah membuatmu hidup!” tutur Narada.

“Mengapa aku ada di sini, kek?” tanya pemuda itu. Narada pun menceritakan sebuah kisah hingga dirinya dibuang oleh Bathara Agni ke kawah Candradimuka. “Untuk itu, kamu aku beri nama Ario Wisanggeni, yang artinya Pemuda Racun Api. Wis, sekarang buatlah perhitungan dengan mereka yang berniat jahat kepadamu!”

Wisanggeni yang sakti mandraguna itu pun segera melesat ke kahyangan. Ia menemui Bathara Guru dan kakeknya. Ia mengobrak-abrik kahyangan. Akhirnya Bathara Guru dan Agni mengaku salah. Wisanggeni menemui ibunya minta restu untuk bertemu dengan bapaknya, Arjuna.

***

Sampai di bumi, Wisanggeni tidak kesulitan menemukan keberadaan Arjuna, sebab ia lelaki yang sangat terkenal di bumi. Wajah Arjuna saban minggu menghiasi layar kaca. Di dunia maya, nama Arjuna tak kalah moncernya. Banyak orang mengagumi putra Kunti tersebut.

Pada waktu Wisanggeni mendatangi kediaman Arjuna, para Pandawa sedang bercengkrama di sana.

“Papi, terimalah salam damai sejahtera dari anakmu,” kata Wisanggeni di hadapan Arjuna.

“Kamu mengaku anakku? Kamu lahir dari rahim siapa?” tanya Arjuna, sambil mengingat-ingat adakah anaknya yang seumuran dengan Wisanggeni. Maklum, anaknya Arjuna berlusin-lusin.

“Aku lahir dari rahim Dresnala, namaku Ario Wisanggeni!” jawabnya tegas.

Nggak mungkin! Beberapa hari yang lalu ketika aku tinggalkan ia masih hamil. Kok tiba-tiba kamu mengaku anaknya Dresnala. Jangan-jangan kamu lahir dari perselingkuhan ibumu dengan laki-laki lain. Oh, rupanya Dresnala mengelabuhi diriku!” kata Arjuna.

“Papi telah menghina mami!” tukas Wisanggeni, marah.

“Kamu mengaku-aku sebagai anakku! Apa kamu ingin menuntut harta warisan dariku? Lihat wajahmu, tak ada mirip-miripnya denganku! Namamu juga tak ada memper-memper dengan namaku!”

Arjuna mengusir Wisanggeni supaya pergi dari hadapannya. Wisanggeni tak terima diperlakukan hina seperti itu.

“Kita lakukan tes DNA!” tantang Wisanggeni.

“Apa itu DNA? Tunjukkan saja dokumen yang menyatakan kamu benar anakku!” tanya Arjuna.

Para Pandawa yang lain, diam saja. Insiden anak menuntut bapaknya baru kali itu terjadi pada keluarga besar Pandawa. Untuk menyelesaikan masalah di dunia wayang, hanya duel sajalah yang dirasakan cara penyelesaian paling adil.

Terjadilah perang tanding Wisanggeni versus Arjuna. Seru! Perkelahian terjadi berhari-hari lamanya. Di hari ketujuh, Arjuna takluk.

Singkat kisah, Bathara Narada tiba di TKP. Ia menjelaskan siapa sebenarnya Wisanggeni itu kepada Arjuna.

Arjuna pun mengakui Wisanggeni sebagai anaknya. Bapak-anak itu pun saling berpelukan.

Hepi en!