Alhamdulillah, hari ini masih makan tempe

Semalam pas mampir warung pecel lele, eh kok kata bakulnya lagi nggak ada stok tahu atawa tempe, soalnya di pasar pun keberadaan tahu dan tempe susah dicari. Bagi saya, rasanya kurang afdol nekjika makan tanpa berlauk tempe, terutama tempe goreng yang disajikan masih panas kebul-kebul. Akan lebih nyiamik kalau digoreng pakai tepung.

Meskipun saya pernah beberapa kali melihat prosesi pembuatan tempe yang cenderung ‘njinjiki‘ tetapi kesukaan saya akan tempe tak berkurang. Di dalam masakan Jawa malah ada bumbu menggunakan tempe bosok! Tempe adalah makanan rakyat yang murah meriah, tur bergizi tinggi.

Perkara harga tempe yang murah meriah, itu cerita jaman dulu. Ketika tempe hanya mengenal kemasan sederhana dengan menggunakan daun pisang atawa daun waru dan dijual di pasar tradisional atawa dibawa mbok-mbok bakul dari rumah ke rumah.

Mungkin karena (waktu itu) tempe menjadi makanan favorit rakyat jelata, maka sering terdengar ungkapan ‘mental tempe’ untuk menyebut seseorang yang nggak punya nyali untuk memenangkan sebuah kompetisi. Seperti halnya sifat kebanyakan rakyat jelata yang cenderung nrimo ing pandum, pasrah terhadap kehendak yang lebih perkasa dan kuat kedudukannya.

Orang pada nggak tahu kali kenapa ada ungkapan semacam itu, hawong nyatanya bahan baku tempe yang diproduksi oleh pengrajin di Bumi Nusantara itu asalnya dari Amerika. Hopo hora hebat? Mental tempe berarti mental bule, bukan?

Tapi di sinilah lucunya negeri ini. Kalau bisa dipersulit kenapa juga dipermudah, termasuk untuk urusan impor-imporan komoditi vital semacam kacang kedelai. Tanah air yang luasnya sak hohah ternyata nggak mampu untuk berswasembada kedelai. Menurut hasil sensus pertanian 2013 yang dilakukan oleh BPS dirilis sebuah data yang mengejutkan yakni adanya penurunan rumah tangga petani dari 31,17 juta rumah tangga pada 2003 menjadi 26,13 juta rumah tangga pada 2013. Jadi, dalam 10 tahun negeri agraris ini kehilangan 5,07 juta rumah tangga petani.

Glek!

Siang ini nikmat betul sajian makan siang saya. Gino berhasil menyajikan tempe dan tahu di meja kerja saya menemai menu utama pepes jambal. Saya nikmati betul memakan tempe dan tahu tersebut. Sedikit demi sedikit, supaya tidak lekas habis.

Hmm… kangen juga bersendawa bau tempe.