Algojo Prabu Dewatacengkar

Rakyat Kerajaan Medang Kawulan sedang resah oleh pernyataan raja mereka, Prabu Dewatacengkar, bahwa ia sedang memerintahkan BPS untuk melakukan sensus penduduk. Sebagai kerajaan yang sedang berkembang dan membangun, ia menginginkan anak muda Kerajaan Medang Kawulan untuk berperan aktif dalam pembangunan. Perintah tersebut tidak boleh dibantah dan wajib dilaksanakan.

Keresahan yang dirasakan rakyat Medang Kawulan dipicu beredarnya kabar bahwa pendataan anak muda sebetulnya hanya kedok belaka. Konon, anak-anak muda tersebut akan disantap sebagai makanan oleh Prabu Dewatacengkar. Sangat mengerikan!

Dan benar saja, Prabu Dewatacengkar mulai memerintahkan Algojo kesayangannya untuk membawa satu anak muda per hari ke keratonnya. Entah, mereka mau dimakan atau di-training sebelum diterjunkan ke lapangan untuk membangun negeri.

Pada hari ketiga puluh enam, jadwal Algojo mendatangi sebuah rumah yang dihuni oleh seorang pemuda yang bernama Ajisaka. Sesuai catatan yang ia punya – Algojo selalu membawa map yang isinya berkas biodata korban, yang tebalnya hampir satu rim – hari itu menjadi jatah Ajisaka didatangi olehnya. Tak sulit bagi Algojo mendapati di mana Ajisaka tinggal. Data yang dibikin oleh BPS Medang Kawulan sangat akurat.

“Selamat datang di rumahku, Tuan Algojo!”

Algojo terpana atas sapaan ramah yang ia terima. Biasanya orang yang ia datangi akan gemetaran.

“Engkau tentu capek sekali, saban hari berkeliling negeri mendatangi seorang pemuda lalu engkau mengajaknya ke istana. Duduklah di kursiku barang sejenak.”

Sangat mengherankan, Algojo manut bagaikan kerbau dicocok hidungnya. Ia duduk di kursi tamu sementara matanya mengamati sosok Ajisaka.

“Wahai Ajisaka, hari ini menjadi jatahmu untuk aku bawa ke istana. Bersiap-siaplah sebab waktuku tidak banyak!”

“Sabarlah, Tuan Algojo. Aku akan bikinkan kamu wedang jahe hangat supaya letih tubuhmu menjadi segar kembali.”

Ajisaka pun beranjak ke dapur untuk membikin wedang jahe, dan tak lama kemudian ia telah menyajikan di hadapan Algojo. Tanpa curiga sedikit pun Algojo segera meminum wedang jahe. Hangatnya segera menjalar ke seluruh tubuhnya.

Nikmatnya wedang jahe telah membuat Algojo tertidur pulas.

Setelah yakin kalau Algojo telah tertidur nyenyak, ia segera membuka map yang tergeletak di bawah kaki Algojo. Ajisaka melihat berkas miliknya berada  di tumpukan paling atas. Dengan terburu-buru, ia pindahkan berkas miliknya ke tumpukan paling bawah.

Algojo menggeliat dan melakukan peregangan disertai dengan suara menguap yang keras sekali. Rupanya ia telah terbangun dengan kondisi tubuh yang telah segar kembali.

“Terima kasih Ajisaka, kini tubuhku segar kembali. Aku telah siap untuk melanjutkan tugasku. Sebagai ucapan terima kasihku padamu, penjemputanmu aku tunda.”

Ajisaka mengangguk gembira.

“Aku kasih tahu, siapa-siapa saja yang akan aku jemput daftarnya ada di map ini. Urut dari atas ke bawah. Berkasmu ada di urutan paling atas, makanya hari ini aku datang kepadamu.”

Ajisaka memberi hormat.

Diam-diam Algojo mempunyai rencana kalau urutan penjemputan ia balik: dari berkas yang paling bawah.