Simbok

Simbok cethik geni. Ia ingin menghangatkan sayur lodeh untuk makan malam kami. Aku sendiri berada tak jauh dari darinya sedang membersihkan semprong dan mengisi minyak tanah pada tabung-tabung lampu teplok.

Kawan, aku gambarkan denah pawon simbok ya. Luas pawon kira-kira 3 X 6 meter. Di sana ada 2 tungku tanah liat yang dibikin oleh Bapak, di sebelah ada satu gentong cukup besar. Di sudut pawon terdapat kandang kecil untuk piara 4 kelinci.

Selain rak piring bambu, ada meja kayu jati yang difungsikan untuk menyajikan makanan matang termasuk nasi dalam cething. Lantai pawon dan lantai rumahku masih tanah yang secara rutin disiram dengan percikan air supaya tidak berdebu.

***

Penghuni rumah dulu ada 7 orang yakni Bapak, Simbok, dua kakak dan dua adikku. Kakak pertama sudah berkeluarga ikut suami, sedangkan kakak kedua bekerja di pabrik rokok di Kota Kretek.

“Lulus SMP kamu mau sekolah ke mana nduk?” tanya Simbok sambil meletakkan sayur lodeh di atas meja.

“SPG, mbok. Aku pengin jadi guru!” jawabku mantap.

Apik kuwi. Kowe wis rembugan karo bapakmu?” kata Simbok antusias.

Simbok yang buta huruf itu sangat mendukung anak-anaknya untuk bersekolah. Bapak lulusan setara SD, sejak remaja sudah aktif jadi prajurit. Mbakyuku lulusan Sekolah Kepandaian Putri selevel SMP, kemudian Kangmasku lulusan SMA. Sedangkan kedua adikku masih di SD.

***

Kini Simbok ada di rumahku, tengah terbaring sakit. Bukan sakit parah, hanya sakit tua. Aku yang sudah pensiun sebagai guru SD punya banyak waktu merawat Simbok.

Aku sangat bahagia mendapatkan kesempatan merawat Simbok di masa tua. Apa yang aku lakukan terhadapnya tak ada seujung kuku, jika boleh dibandingkan saat ia merawat anak-anaknya termasuk merawatku dulu.

Mata Simbok berbinar ketika mendapatkan kunjungan para cucu dan cicitnya. Sesekali ia mesti menghapal nama cicitnya yang mengunjunginya.

“Nduk, Simbok di sini sudah ada  setahun? Besok antarkan Simbok ke rumah Mbakyumu ya?”

***

Setelah setahun tinggal di rumah Mbakyu, Simbok pengin dirawat oleh adik perempuanku.

Kelak, setahun belum juga genap ia dirawat oleh adikku, Simbok meninggal di sana.