Perilaku korup memang sudah menggurita ke semua institusi, tidak hanya di instansi pemerintah saja, namun juga ada di badan partikelir seperti Padeblogan. Masa siyh?
Sebulan lalu, salah satu Kepala Cantrik memberikan laporan kepada Kyaine, bahwa salah satu cantrik Padeblogan, namanya sebut saja si Paino, telah melakukan tindak pidana korupsi yang bernilai belasan juta rupiah. Saat itu Kyaine memberikan wejangan singkat, kalau Paino terbukti melakukan tindakan tercela itu langsung dikeluarkan dari Padeblogan. Tanpa pengampunan.
Dalam laporan mingguan yang dilaksanakan tiap awal pekan, Kepala Cantrik menyampaikan informasi bahwa bukti sudah ada tetapi Paino menyanggah semua bukti itu.
“Siang ini panggil Paino menghadap saya!” perintah Kyaine setelah mempelajari berkas bukti korupsi si Paino yang ternyata sudah dilakukan hampir satu semester ini.
“Jam berapa Kyaine?” tanya Kepala Cantrik.
“Jam 2. Kasih kesempatan Paino untuk menikmati jatah makan siangnya yang terakhir. Nanti, cara memanggilnya mendadak saja!” kata Kyaine, sambil membetulkan kaca mata plusnya.
Hhh… Kyaine menghempaskan tubuh ke sandaran kursi. Ia gundah atas kasus Paino. Sebuah pengkhiatan sedang terjadi di Padeblogan. Kepala Cantrik termangu saja, menyaksikan tingkah polah Kyaine.
“Ada info tambahan mengenai Paino?” tanya Kyaine sambil memainkan pensil di jemarinya.
“Anu… ini cuma cerita bisik-bisik tetangga. Paino suka main klenik, Kyaine…” jawab Kepala Cantrik.
“Maksudmu?” Kyaine mengerutkan jidatnya dengan mata agak mendelik.
“Semua pada tahu sih, kalau Paino suka main klenik di Padeblogan ini. Ia setiap kali dipanggil atasannya untuk satu kesalahan yang diperbuatnya, di depan pintu ruangan atasannya ia akan merapal mantra. Keluar dari ruangan atasan, ia berwajah sumringah karena tidak terkena marah. Mengherankan memang, tapi itulah kenyataannya.” papar Kepala Cantrik.
“Kamu yakin ia main klenik, hanya dengan melihat sekali-dua ia merapal mantra?” Kyaine jelas penasaran dengan cerita itu.
“Tidak hanya itu Kyaine. Ini juga masih katanya. Setiap menyelesaikan permasalahannya ia selalu menggunakan cara klenik. Bla.. bla..bla… “ Kepala Cantrik menjelaskan panjang lebar.
Jam 2 siang di Ruang Meeting.
Bersama Kepala cantrik, Kyaine masuk ruang meeting dengan membawa berkas bukti korupsi Paino dalam map berwarna hijau. Paino berdiri mengulurkan tangannya mengajak bersalaman.
“Salamannya nanti saja ya!” kata Kyaine yang kemudian mulai melakukan interogasi kepada Paino. Seperti laporan Kepala Cantrik sebelumnya, Paino menyanggah semua bukti.
Kyaine mencoba bersikap tenang. Pembicaraan diallihkan dulu ke masalah keluarga Paino. Situasi agak rileks, namun Kyaine mewaspadai tingkah Paino. Kyaine melihat kalau bibir Paino selalu bergerak-gerak seperti merapal mantra setiap ia tidak sedang berbicara.
“Jadi, kamu tetap nggak mau mengaku kalau menilap uang ini!” pertanyaan ini tiba-tiba dilontarkan oleh Kyaine. Sepintas terlihat wajah Paino berekspresi kaget.
“Tidak Kyaine!” jawabnya mantap.
“Asem tenan. Ia telah bersekutu dengan iblis!” kata Kyaine dalam hati.
Kyaine berdiri menuju pintu dan membukanya, “Ginoooo… ambilkan air putih segelas. Cepat!” Kyaine memerintahkan kepada Gino, si OB Padeblogan.
Setelah air putih ada di hadapannya, Kyaine memegang gelas itu dan didekatkan ke mulutnya. Kyaine memejamkan mata, bibirnya ‘ndremimil’ memantrai air putih dalam gelas itu.
“Sekarang, kamu akui atau minum air ini!” kata Kyaine sambil menyodorkan gelas ke hadapan Paino.
Diam. Sepi. Mata Paino berputar, ia bimbang. Kyaine cemas, apakah cara yang digunakan ini tepat pada sasaran. Kyaine tidak sabar menunggu reaksi Paino. Mata Kyaine dan Paino saling bersitatap.
“Saya mengaku Kyaine…. “ akhirnya keluar pengakuan dari mulut Paino.
Proses selanjutnya, Paino harus membuat surat pernyataan di atas materai.
“Kyaine hebat, bisa mengalahkan ilmu klenik punya Paino. Mantranya apa, Kyaine?” tanya Kepala Cantrik penasaran setelah Paino keluar ruangan.
“Gunakan ini!” jawab Kyaine sambil meletakkan jari telunjuk di keningnya.