Jagalah lisan dan jemari juga

Nasihat orang bijak zaman dulu supaya kita menjaga lisan masih sangat relevan hingga sekarang. Menjaga lisan berarti menjaga lidah, supaya ia memberikan ucapan yang baik dan bermanfaat. Orang bijak juga memberi pelajaran bahwa tajamnya lidah melebihi tajamnya pedang. Orang yang tertusuk pedang bisa melupakan sakit dan perihnya luka, namun jika hati tertusuk tajamnya lidah, bekasnya terasa seumur-umur.

Zaman semakin modern, tak hanya lisan yang mesti terjaga tetapi juga jemari kita. Mungkin mulut kita terkunci rapat-rapat saat online, namun jemari kita sangat aktif dan lincah menari-nari di atas papan-kunci.  Ya, di layar monitor kita sering lepas kendali terhadap jemari-jemari kita.

Pergaulan kita saat ini mayoritas ada di dunia maya. Dunia yang pernah saya gambarkan sebagai ruang yang tak diketahui di mana sudutnya, ada berapa pintu dan jendela, berbentuk bulat atawa kotak, namun kita dapat berlama-lama berada di sana. Di dunia maya ada hubungan interaksi yang disebut sebagai jejaring sosial.

Seorang kawan bercerita betapa ia sangat prihatin dengan kaum fesbukiyah dan twiteriyah (juga kaum blogiyah) yang tidak menggunakan jejaring sosial untuk hal-hal yang positif. Malah dimanfaatkan untuk menghina orang lain atawa ikut campur urusan orang lain yang mestinya bukan menjadi urusannya. Bahkan digunakan untuk menyebarkan aib. Ia – teman saya tadi, berpendapat akun pribadi mestinya tidak untuk menjelekkan orang, siapa pun orang itu, apalagi kalau kenalnya cuma lewat dunia maya.

Ia – masih teman saya yang tadi, menyarankan agar membuat jejaring sosial sebagai wadah untuk berkreasi, menyebarkan kebaikan/pesan moral, dan menjadi sesuatu yang menyenangkan dan menenteramkan hati, sekali lagi, tidak mengumbar kejelekan. Nasihat lainnya: dalam meluapkan isi hati sebagai status di fesbuk atawa di twiter harus menerapkan batasan tertentu.

Apa itu?

Rahasia pribadi sebaiknya disimpan untuk dirinya sendiri. Kudu ada batasan untuk hal-hal yang sifatnya privasi. 

Lagi-lagi ia – teman saya itu, mengatakan jejaring sosial sebaiknya digunakan untuk menjalin jaringan persahabatan/persaudaraan (kata pepatah seribu teman kurang, satu musuh kebanyakan) dan menambah ilmu. Contohnya banyak: ada beberapa akun tentang ilmu agama, akun ahli keuangan, akun kesehatan  dan masih banyak lagi. 

Curhat di jejaring sosial sih boleh-boleh saja, kata teman saya itu, asalkan tidak menyebarkan aib keluarga dan harus digunakan dengan cara positif. Jangan sampai curhat itu atawa apapun namanya malah menjatuhkan martabat kita, juga keluarga kita.

Ingat, akan datang hari ketika mulut dikunci. Rasanya, hanya jemari-jemari kita yang akan sibuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Sang Maha Pemilik Dunia Nyata dan Dunia Maya.

Sudah siap?