Pisuhan

Pisuhan akrab dengan percakapan sehari-hari seseorang. Pisuhan dalam bahasa Indonesia berarti umpatan atau makian. Kata kerja dari pisuhan yaitu misuh, mengungkapkan sesuatu kekecewaan kepada diri sendiri, orang lain atau keadaan sekitarnya.

Peneliti dari Keele University menemukan para relawan mampu menahan rasa sakitnya ketika mereka mengumpat. Dr Richard Stephens, kepala peneliti itu menggambarkan, makian atau sumpah menyumpah telah menjadi bahasa umum di seluruh dunia. “Mengumpat adalah bahasa yang paling emosional dan itu dialami oleh seluruh orang di dunia dalam beragam bahasanya,” ujar Stephen (diambil dari sini)

Kata pisuhan tiap daerah tentu berbeda. Dalam khazanah budaya Jawa, misuh tidak mengenal kasta. Bahkan raja sekalipun akan mengeluarkan pisuhan yang sangat kasar jika ia kecewa kepada bawahannya. Misuh untuk melepaskan beban fikiran juga ada atau misuh dengan tujuan berakrab-akrab dengan lawan bicaranya. Tingkat kekasaran pisuhan tergantung niat orang yang misuh dan interpretasi yang mendengarnya.

Kata-kata pisuhan bisa disadur dari mana pun. Nama binatang paling populer sebagai kata pisuhan salah satunya asu (anjing). Bagi yang malu-malu mengeluarkan pisuhan, kata asu ini akan dihaluskan menjadi segawon, oasui, wasyu atau jika diinggris-inggriskan akan menjadi asew. Hewan lain ada genjik (anak babi), wedhus (kambing), munyuk (keluarga primata), kethek elek (monyet jelek) atau kampret (kelelawar). Terus, salahnya para hewan tadi apa ya, kok bisa jadi bahan umpatan?

Anggota tubuh/badan juga bisa jadi bahan pisuhan, seperti ndhasmu (kepalamu), raimu, rupamu, dapurmu (wajahmu), dhengkulmu mlocot (lutut yang melepuh terkena air panas), matamu, bathukmu ambyar (jidatmu hancur), cangkemu, cocotmu, cocote (berkaitan dengan mulut), gundhulmu (kepala plontos), lambemu (bibirmu) dan lain-lain. Nah, ini dia yang tidak mau menghargai anggota tubuh sendiri.

Untuk mengungkapkan kebodohan terhadap diri sendiri atau orang lain, pisuhan yang keluar sekitar kata-kata bodho, pekok, kemplu atawa pethuk.

Umpatan lain yang diserap dari istilah/nama sesuatu : bajingan (arti sebenarnya adalah sebutan untuk kusir gerobak) kemudian diplesetkan menjadi bajigur (minuman khas Jawa Barat) atau bajindul atau mbah jiman (nama orang) atau bajirut/bajiret, ada juga sontoloyo yang arti sebenarnya adalah tukang menggembala bebek. Di Jawa Timur ada pisuhan jancuk atawa jiamput.

Jika mendengar seorang teman yang berbicara tidak masuk akal akan ditanggapi dengan pisuhan semacam mbahmu koprol (nenek/kakekmu bersalto – sesuatu yang mustahil terjadi) atawa semacam mbahmu dolanan bekel (main bola bekel)

Nama tanaman juga bisa menjadi bahan pisuhan seperti telo (ketela) atau asem (asam) yang kadangkala disebut asem kecut.

Pisuhan yang sering terdengar juga : gombal amoh, gombale mukiyo, trembelane, mbahe sangkil, kakekane dan sebagainya.

Dalam prakteknya, kata-kata pisuhan di atas bisa saja digabung satu dengan lainnya, biasanya pengguna pisuhan hatinya sedang kecewa berat. Orang yang melakukannya disebut sedang misuh-misuh.

Akan lebih bijak jika kita mengerem keluarnya pisuhan dari mulut kita.