Gaji Duryodana segitu-gitu aja, pancêt wae

Prabu Duryodana berencana mengadakan kunjungan kenegaraan ke Kerajaan Indraprasta yang dipimpin oleh Prabu Yudhistira – sulung Pandawa. Duryodana yang sudah menduduki tahta Kerajaan Hastina selama tujuh tahun itu ingin mengetahui kemegahan dan kemakmuran negeri jiran tersebut. Sebagai putra sulung Kurawa, ia menjadi kebanggaan dan putra kesayangan ayahnya, Destrarata.

Seperti biasanya ketika melakukan kunjungan kenegaraan, Duryodana membawa serta istrinya yang semlohai – mBak Banowati, dan rombongan seperti kerabat dekat beserta istrinya, pengusaha, dan juga wartawan istana. Rombongan Duryodana diterima langsung oleh Prabu Yudhistira di balairung istana yang sangat megah.

Duryodana dan mBak Banowati tidak bosan-bosannya mengagumi keindahan istana Indraprasta itu, apalagi adanya sifat iri yang dimiliki oleh sepasang suami istri tersebut. Setelah jamuan makan malam, Duryodana dan mBak Banowati diajak keliling istana oleh Yudhistira dan Drupadi, istrinya. Ketika melewati sebuah kolam yang bening airnya, Duryodana mengira sebagai lantai kaca dan ia mencoba untuk melangkah ke sana.

Tetapi yang terjadi sungguh memalukan Duryodana, ia tercebur ke dalam kolam. mBak Banowati menjerit kaget. Sementara Drupadi tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan kejadian konyol tersebut.

mBak Banowati menatap tajam ke arah Drupadi, ia tidak rela suaminya jadi bahan tertawaan. Duryodana pun demikian, ia merasa terhina. Para pengawalnya segera menolong Duryodana keluar dari kolam. Yudhistira hanya bisa diam, tetapi sesungguhnya ia terkejut setengah mati.

Malam itu juga, rombongan Duryodana pulang ke Hastina. Mereka malu atas kejadian jatuhnya Duryodana ke kolam istana Indraprasta. Ada dendam di hati Duryodana maupun mBak Banowati, terutama kepada Drupadi.

~oOo~

Suatu malam di pembaringan, terjadi percakapan Duryodana dan mBak Banowati.

Tenan iki mas, aku masih dendam pada Drupadi yang kemarin dulu menertawakan dirimu. Kapan-kapan gantian kita permalukan dia di depan umum!”

Ho-oh jeng, aku nanti mau minta nasihat pada Om Sengkuni. Dia pasti punya cara jitu untuk membalaskan dendamku.”

“Tapi mas, aku juga iri dengan megahnya istana mereka. Aku kira nggak hanya istananya saja yang megah, tetapi perhiasan Drupadi pasti banyak banget. Aku pasti kalah, deh!”

Ya wis, nanti aku belikan perhiasan yang banyak untukmu jeng.”

Ah.. mana mungkin. Gaji mas Dur berapa? Lagian sudah tujuh tahun gajimu nggak naik-naik toh? Mas Dur ini kan raja, mbok minta kepada bendahara kerajaan untuk menaikkan gajimu toh mas.”

“Aku sih ikhlas saja terima gaji yang cuma segitunya jeng. Toh tunjangan-tunjangan yang aku terima jumlahnya berpuluh kali lipat gaji pokokku.”

Halah…. Ya jangan pasrah gitu dong mas. Masa pendapatannya kalah sama si Gabrus Timbunan yang cuma kelas tamtama tingkat tiga itu sih?”

“Si mafia pajak?”

Yo’i

“Ya jangan samakan dengan dia dong jeng. Tapi oke, nanti aku coba bicarakan dengan bendahara kerajaan.”

mBak Banowati tersenyum manis sekali. Sudah terbayang di pelupuk matanya, kalau gaji suaminya akan naik dan ia akan bisa menyombongkan diri kepada dunia WayangSlenco kalau gaji suaminya paling tinggi.

~oOo~

Duryodana sudah dikenal sebagai raja yang peragu dan malu-malu. Ia tiada berani mengatakan untuk minta naik gaji kepada bendahara kerajaan. Maka ketika ada kesempatan ia pergunakan untuk melakukan curhat colongan di forum Pertemuan Agung Para Bhayangkari Hastina.

“Untuk meningkatkan produktivitas, profesionalitas dan vitalitas para Bhayangkari negeri saya akan memerintahkan kepada bendahara kerajaan untuk menaikkan gaji kalian. Tolong sebarkan kebijakan saya ini kepada para Bhayangkari sampai tingkat yang paling rendah.”

Tepuk tangan terdengar riuh dari para hadirin. Lalu Prabu Duryodana melanjutkan pidatonya.

“Gaji saya, sudah tujuh tahun ini tidak naik. Pancêt segitu-gitu aja. Tidak apa-apa. Saya lebih memikirkan gaji pegawai kerajaan, agar mereka tenang bekerja, keluarga mereka hidup layak, sehingga tidak terbesit keinginan untuk melakukan korupsi.”

Sebagian dari hadirin tertawa, tetapi wajah Duryodana tampak serius, tidak ada senyum hadir dari bibirnya.

“Betul, kali ini saya tidak bohong. Saya ikhlas bekerja meskipun sudah tujuh tahun gaji saya tidak naik. Tetapi terus terang hati saya gelisah, karena istri saya saja selalu meributkan besaran gaji saya.”

~oOo~

Dan seperti biasanya, curhat colongan yang dilakukan Prabu Duryodana menimbulkan satire di mana-mana. Lalu,  kedibal-kedibal Duryodana sibuk melakukan klarifikasi di berbagai kesempatan. Juga seperti biasanya.