Karnaval Budaya di HUT 378 Karawang

Ada yang menarik pada acara peringatan HUT 378 Karawang tanggal 14 September 2011 kemarin. Selain acara seremonial di kantor DPRD, ada acara pawai/helaran. Menariknya, acara pawai kemarin didominasi oleh kelompok-kelompok kesenian yang menampilkan atraksi di depan panggung kehormatan. Lebih nyiamik lagi, peserta pawai kelompok kesenian tidak hanya dari Karawang tetapi kabupaten lain di wilayah Jawa Barat, seperti Purwakarta, Bekasi, Bogor, Sukabumi, Subang dan sebagainya. Ya, mirip-mirip karnaval budaya, gitu deh.

Berikut saya bagikan sebagian momen dari karnaval budaya tersebut:





Karawang dan Kanjeng Sultan Agung

Tempayan Air Kyai Danumaya di Kompleks Makam Imogiri

Kyai SX4 terparkir sudah. Saya ingin ziarah ke makam Sultan Agung di Imogiri melalui tangga, bukan seperti tahun lalu melewati jalan setapak tetapi mobil bisa diparkir di sebuah kebun di samping areal makam. Dari anak tangga paling bawah, saya menatap puncak tangga. Wow, banyak sekali. Konon tiap orang akan berbeda dalam hitungan anak tangga. Tapi angkanya berkisar 400-an anak tangga.

Perbedaan menghitung jumlah anak tangga, bisa jadi karena faktor ngos-ngosan sehingga tidak bisa konsentrasi lagi dalam hitungan. Pun dengan saya. Pada tangga ke 230-an, kaki-kaki saya gemetaran. Rasanya mau pingsan. Dan benar saja, tak lama kemudian saya semaput, tak sadarkan diri.

~oOo~

“Minumlah ramuan ini, Kisanak!” Suara seseorang menyadarkan saya. Ia menyodorkan secangkir ramuan yang terseduh dalam air panas. Cangkir yang terbuat dari tanah liat itu saya terima. Tetapi, betapa terkejutnya saya ketika menatap sosoknya. Oh, di mana saya? Di masa tahun berapa saya ini?

“Namaku Sultan Agung. Minumlah wedang uwuh1 ini. Tubuh Kisanak akan segar kembali,” kata orang yang mengaku Raja Mataram itu.

“Terima kasih, Kanjeng Sultan,” jawab saya, lalu pelan-pelan saya teguk minuman sampah itu. Dan benar saja, tak lama tubuh saya terasa segar kembali. read more

Misteri Angka Proklamasi

Tugu Kebulatan Tekad (TKT) yang berdiri kokoh di Rengasdengklok, dalam temaram senja. Tugu ini dibangun untuk mengenang kebulatan tekad pemuda dan pejuang serta tokoh-tokoh bangsa untuk melepaskan diri dari penjajah menuju bangsa yang merdeka dan berdaulat. Sebentar lagi adzan maghrib, para ngabuburiter satu persatu meninggalkan TKT.

Ya, di sini pernah terjadi suatu peristiwa yang di dalam pelajaran sejarah disebut dengan Peristiwa Rengasdengklok, peristiwa yang dimulai dari penculikan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda seperti Adam Malik dan Chaerul Saleh dari Menteng 31 terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.

Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut.

~oOo~ read more