Pak Parmin mendongeng matematika

Bagi yang tidak menyukai pelajaran Matematika, istilah matematika diplesetkan dengan kepanjangan: makin tekun makin tidak karuan. Ya, tidak semua guru matematika bisa mengajarkan kepada muridnya bahwa matematika itu menyenangkan.

Ketika saya kelas 2 SMA, guru matematika saya bernama Pak Suparmin yang gemar bercerita kisah lucu sebagai selingan saat mengajar hitungan yang cukup rumit. Tak jarang juga ia mendongeng, yang ceritanya tak jauh-jauh dengan urusan matematika.

Pada suatu hari, Pak Parmin memberikan kami sebuah PR menghitung jumlah butir beras yang beratnya 1 kg. Esok harinya, ternyata jumlah hitungan kami berbeda-beda, berkisar 35.000 – 45.000 butir/kg.

Jumlah butiran besar tadi oleh Pak Parmin ditulis di papan tulis. Kemudian ia mendongeng asal-usul permainan catur.

Zaman dahulu kala ada seorang raja yang membuat sayembara: kepada siapapun yang bisa menciptakan permainan baru akan mendapatkan hadiah dari raja. Dari beberapa permainan baru yang disajikan ke raja, rupanya permainan catur telah membuat hati sang raja sangat bahagia. Penemu catur diminta untuk menyebut hadiah apa yang diminta, pasti akan dikabulkan.

Sang Penemu minta sebutir beras di kotak papan catur pertama, 2 butir beras di kotak kedua, 4 butir beras di kotak ketiga, dan seterusnya kelipatan 2 sampai nanti di kotak ke 64.

Raja tertawa terbahak-bahak mendengar permintaan yang sangat sepele itu dan mengatakan kenapa tidak meminta emas atau harta benda yang lain. Tanpa pikir panjang, dikabulkanlah permintaan itu.

Kotak demi kotak diisi dengan butiran beras. Makin lama semakin banyak butiran beras yang harus dihitung. Tidak terasa, pada kotak ke 32 beras satu gudang telah habis. Raja panik, berarti di kotak ke 33 memerlukan 2 gudang, dan seterusnya. Raja memerintahkan untuk menghentikan penghitungan. Raja marah merasa dilecehkan Sang Penemu catur. Akhirnya, raja menyuruh algojo untuk memenggal kepala Sang Penemu catur.

Nah, kembali ke PR Pak Parmin. Kelas menyepakati, 1 kg beras = 40.000 butir (diambil dari median angka 35.000 dan 45.000). Kami mesti menghitung dengan kalkulator plus hitungan manual (maklum saat itu kami belum mengenal program excel atau sebangsanya). Hasil perhitungan jumlah butir beras ketemu 18.446.744.073.709.551.615. Kami terkejut, sebuah angka yang fantastis.

Angka fantastis tadi kami bagi 40.000.000 (untuk mengetahui berapa ton), hasilnya 461.168.601.842 ton. Lagi-lagi kami terkejut. Kira-kira begitu kali ya, ekspresi sang raja ketika menyadari betapa banyaknya beras yang harus ia hadiahkan kepada Sang Penemu catur. Gudang beras akan ludes, bahkan hasil pertanian seluruh negeri tidak bisa mencukupi kebutuhan beras sebanyak itu.

Di akhir pelajaran matematika hari itu, pak Parmin memberikan petuah kepada kami: jangan sekali-sekali meremehkan hal yang kita anggap sepele. Sebab bisa jadi, masalah sepele tadi dapat melibas diri kita.

Note:
Tulisan ini dibikin menjelang acara Reuni 30 tahun tanggal 6 Feb 2016 nanti