Warsito Purwo Taruno, ilmuwan dari lereng Lawu

Solopos.com–Dalam dua hari masa mudik tak ada seperangkat alat listrik, komputer, bahan uji coba lainnya hingga paper, yang biasanya menemani Warsito Purwo Taruno.

Ilmuwan bidang tomograpy yang menghasilkan alat pemindai yang kini dipakai Badan Antariksa Amerika Serikat atau National Aeronautics and Space Administration (NASA) itu menenggelamkan diri dalam ritus mudik bersama jutaan orang lainnya, untuk menemui keluarga di desa.

Dijumpai Espos, Kamis (1/9/2011), dia sedang duduk santai di langgar di sudut rumahnya di RT 2/RW IX, Ploso Lor, Plosorejo, Matesih, Karanganyar. Warsito yang mengenakan kaus warna biru muda dipadu dengan jeans warna senada, tengah bersantai dan bercengkerama dengan anggota keluarganya.

Putra Karanganyar yang namanya bersinar di publik Amerika sebagai penemu teknologi pemindai atau Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) 4 yang digunakan di sistem pesawat ulang-alik ini, ingin sejenak bernostalgia berada desa tercinta melepas kerinduan mendalam berkumpul bersama keluarga pada Hari Fitri. Bolak-balik ke luar negeri, dirinya mengaku tak punya banyak waktu untuk istirahat di kampung tempat menghabiskan masa kecilnya ini.

Hanya beberapa hari di kampung, dia beserta keluarga tak menyia-siakan waktu, langsung mengunjungi satu per satu sanak saudara di Matesih dan bercengkerama dengan anggota keluarga. Bagi Warsito, itu adalah obat terbaik, sebelum melanjutkan rutinitas kerjanya.

Benar saja, sejumlah pekerjaan penting menunggunya seusai mudik. Dia akan mewakili Indonesia dalam acara Association of South East Asian Nations (ASEAN). Ditunjuk sebagai expert atau ahli di bidang teknologi dan sains, dia memiliki tugas utama memberikan solusi pengembangan teknologi dan sains di kawasan ASEAN.

Untuk itu, sebelumnya Warsito mengunjungi beberapa negara untuk melakukan riset, seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Hasil penelitian ini akan digunakan sebagai pembanding.

Melakukan pemeriksaan mulai dari kebijakan negara, aplikasi, penggunaan teknologi dan sains merupakan bidang kerjanya di kegiatan ASEAN, belakangan ini.

“Sesampainya di Jakarta, saya harus bertolak lagi ke Bangkok, Laos, Vietnam, untuk menyelesaikan riset di beberapa negara. Ini kesempatan berharga saya, bisa pulang dan bertemu saudara di sini,” ungkap dia.

Dari penelitian ini, masing-masing negara dapat membandingkan posisi mereka di kawasan ASEAN ini dalam pemanfaatan program teknologi dan sains. Apa kelemahan dan keunggulan dari sistem kebijakan yang dilakukan juga menjadi pembelajaran bagi negara lainnya untuk mempercepat perkembangan bidang teknologi dan sains.

“Posisi Indonesia di bidang teknologi trennya naik dan positif, meski posisi Indonesia sendiri berada di tengah-tengah dibandingkan negara tetangga. Indonesia berada di posisi setelah Singapura, Malaysia dan Thailand,” jelasnya.

Penggunaan sains dan teknologi ini sangat efektif dikembangkan di bidang pendidikan. Porsi 20% alokasi di bidang pendidikan untuk pengembangan sains sebenarnya terbilang tinggi dibandingkan negara lainnya. Warsito menambahkan dilihat dari tolak ukur gross domestic product atau produk domestik bruto, Indonesia sejajar dengan Thailand yang menempatkan anggaran pemanfaatan teknologi dan sains yakni 0,07%.

Sementara Singapura berada diposisi 3% dan Malaysia 1% dari produk domestik dihasilkan yang memanfaatkan sektor Iptek. “Persoalan di Indonesia adalah banyaknya kebutuhan untuk subsidi di berbagai sektor dan utang membuat perkembangan Iptek agak terhambat,” ulas dia.

Sebagai peneliti, jejak prestasi Warsito patut dibanggakan. Alumnus SMAN 1 Karanganyar ini meng-up grade teknologi alat pemindai seperti Computerized Tomography (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang kerap digunakan di bidang kedokteran.

Dia menemukan ECVT 4 dimensi yang mampu menembus reaktor baja pada kilang minyak. “Hingga kini, hasil penemuan saya digunakan di NASA dan terus dilakukan pengembangan lebih lanjut.”

(Dina Ananti Sawitri Setyani)

~oOo~

Artikel di atas saya temukan di sini. Ada kebanggaan tersendiri, saya maupun teman-teman sekelas di SMA dulu kepada sosok Warsito ini: eh, ing atase cah ndeso kok yo bisa nggograkne donya. Kesan saya terhadapnya pernah saya tulis di sini, lalu di sini, terus di sini juga.

Sayang sekali, kemarin tanggal 2 September 2011 ketika teman-teman IPA 3 pada kumpul reunian di rumahnya Dr. Toto Waluyo, sang ilmuwan sudah kembali ke Jakarta.