Pada zaman dahulu kala, ada seorang anak laki-laki yang bernama Narcissus. Ia adalah putra dewa dan sangat-amat tampan. Banyak wanita jatuh cinta kepadanya, tetapi tidak ada satu pun yang menarik hatinya. Di antara sekian banyak wanita tadi ada yang begitu mencintai Narcissus namanya Echo, peri yang jelita. Sayangnya, Echo ini tidak bisa berbicara, ia hanya bisa mengulang apa yang dikatakan kepadanya. Dengan keterbatasan inilah, dia tidak bisa menyatakan cintanya kepada Narcissus.
Suatu hari, ketika Narcissus masuk hutan dengan beberapa temannya, ia terpisah dari mereka. Ia kebingungan lalu mencari ke sana kemari, tetapi tidak menemukan satu pun temannya. Karena kelelahan ia istirahat di tepi sebuah kolam. Ia berkata sambil memohon, “Ada siapa di sini?”
Echo, yang kebetulan bersembunyi di rimbunan pepohonan menjawab.
Kemudian terdengar oleh Narcissus, “Di sini… di sini…sini…ni…ni..”
Narcissus mencari-cari asal suara itu. Tiba-tiba saja, Echo keluar dari tempatnya sembunyi dan segera menghampiri pemuda tampan itu dengan sepenuh hati untuk memeluknya. Tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulut Echo. Narcissus memberontak untuk melepaskan pelukan Echo. Lalu didorongnya tubuh Echo dan jatuh terjerembab. Echo demikian tersinggung, menangis, sedih, karena cintanya telah ditolak oleh Narcissus. Segera saja ia meninggalkan Narcissus dan lari bersembunyi di sebuah gua, yang tidak jauh dari kolam itu.
Maiden – peri yang lain, yang bersemayam di dalam kolam, sangat marah menyaksikan keangkuhan Narcissus. Dengan kesaktiannya ia ingin membuat Narcissus jatuh cinta kepada dirinya sendiri. Ia menyihir air kolam bak sebuah cermin. Ketika Narcissus melihat pantulan dirinya yang ada di kolam itu, ia pun jatuh cinta. Ia sangat mengagumi orang yang ada di kolam itu, yang tidak lain dirinya sendiri.
Narcissus tidak henti-hentinya mengatakan, “Aku mencintaimu” atawa “Aku kagum oleh parasmu” atawa “Betapa elok wajahmu”. Echo yang mendengarkan suara Narcissus dari gua yang tidak jauh dari kolam itu, mengulang kata-kata yang didengarnya. Cilakanya, Narcissus menganggap kalau bayangan di kolam itu yang menjawabnya.
Begitu berulang-ulang terus setiap Narcissus mengatakan: aku mencintaimu, aku kagum oleh parasmu atawa betapa elok wajahmu.
Berhari-hari ia menatap wajah tampan di kolam yang jernih itu, tanpa makan dan minum, sampai akhirnya ia mati di tepi kolam.
Tepat di atas tempatnya tergeletaknya Narcissus, tumbuh sekuntum bunga, yang nantinya akan dinamakan bunga Narcissus. Dengan narsisnya, bunga itu mekar sepanjang waktu.
Apakah hari ini Anda berencana untuk bernarsis-ria?