The Lost Cartographers

Untuk diketahui saja, saya dulu kuliah di Fak. Geografi Jurusan Geografi Teknik Prodi Kartografi, sebuah ilmh yang mempelajari tentang perpetaan, mulai dari pengumpulan data hingga disajikan dalam bentuk sebuah peta. Lulusan Kartografi bolehlah disebut sebagai Cartographer. Sayang sekali, profesi saya di dunia kerja bukan sebagai Cartographer namun untuk urusan yang berhubungan dengan perpetaan tetap lestari hingga kini.

Ilmu saya tentang GIS (Geographic Information System) mentok hingga selesai kuliah tahun 1991 lalu, padahal saat ini GIS berkembang sangat pesat. Kalau saya bertemu teman kuliah dulu (yang kebetulan bekerja sesuai bidang GIS), lalu bercerita tentang pergeografian kini, saya sering dibuat terkejut.

Saya ingat betul bagaimana dulu ketika saya membuat selembar peta. Saya akan menginterpretasi secara manual dari 2 lembar atau lebih foto udara dengan menggunakan stereoskop, kemudian melalukan survei lapangan apakah ada perubahan objek, dan terakhir plotting di kertas kalkir (kertas transparan) dengan menggunakan alat tulis yang dinamakan rapido dan untuk membuat tulisan rapi menggunakan lettering set. Untuk membuat peta dibutuhkan kesabaran dan ketelitian ekstra tinggi. Karena sering menggambar peta saya menjadi hafal rute jalan, nama daerah/wilayah bahkan letak objek di suatu peta.

Sekarang membuat peta begitu mudahnya dengan program komputer. Tinggal klik, mau bentuk peta apa saja bisa dibikin dengan tepat dengan tingkat akurasi tinggi karena menggunakan sistem koordinat.

Eloknya, kini peta mudah sekali didapat dan diakses oleh semua orang, misalnya Google Maps. Kalau kita bingung mencari lokasi, tinggal buka peta ciptaan Mpu Gugel tersebut.

Syahdan, saya pun pengguna Google Maps. Jika saya bepergian ke suatu tempat untuk pertama kalinya, saya akan menggandalkan Google Maps. Solusi ada di sana.

Entah karena saya sudah mulai pikun, beberapa kali kesempatan berkunjung ke suatu lokasi saya mengalami dis-orientasi. Saya tak mampu lagi membaca Google Maps dengan sempurna. Suatu hari saya membawa Kyai Garuda Seta ke bengkel di wilayah Buaran Jakarta Timur. Ke bengkel ini saya sudah lima kali. Lah, sepulang dari bengkel saya kebingungan arah pulang hingga keblasuk di tlatah Cakung. Saya sudah membuka Google Maps, malah membuat bingung. Atau ketika saya salah ambil arah ke rumah seorang kolega untuk menghadiri pernikahan anaknya. Sebetulnya saya sudah kali ketiga berkunjung ke rumahnya. Kejadian serupa belakangan ini sering terjadi. Parahnya, saya kebingungan di tempat di mana seharusnya saya mengenalnya dengan baik.

Sejak dulu saya punya motto (sebagai seorang Cartographer): pantang bertanya (ke orang) sebelum keblasuk beberapa kali. Belakangan saya menyadari kalau motto tersebut tak sepenuhnya benar, ternyata malu bertanya sesat di jalan.

Mudah-mudahan saja saya tidak salah ketika mengambil arah jalan menuju surga, soalnya kalau salah bisa berabe. Bisa-bisa malah terperosok ke jurang neraka.