Tentang sikap

Tumben-tumbenan RM Ario Trengginas mampir di Padeblogan di hari kamis sebelum jam satu siang. Menurut sekretarisnya, kamis adalah hari meetingnya, dari pagi hingga sore hari, bahkan tak jarang hingga malam. Ya, dua meetingnya dibatalkan karena kolega dari Jepang mengabarkan kalau pertemuan ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan. Koleganya itu mungkin sedang kena dampak bencana tsunami tempo hari.

Tampak si Joksan sedang membaca buku filsafat. Bibirnya umak-umik, matanya mendelik, begitulah cara Joksan memahami kata per kata dalam suatu kalimat filsafat.

“Jok, lagi baca apa sih kayaknya serius amat?”

“Oh, Denmas Ario toh. Ini loh, iseng-iseng baca buku filsafat yang dipinjami Kyaine. Saya bacakan kalimatnya: tak akan ada yang dapat menghentikan orang yang bermental positif untuk mencapai tujuannya. Sebaliknya, tak ada sesuatu pun di dunia ini yang dapat membantu seorang yang sudah bermental negatif.

Kuwi angel dipahami, Jok. He..he…”

“Kita tidak dapat berlayar menentang angin, tetapi kita dapat menyesuaikan layarnya. Kalau kalimat ini maksudnya pripun Denmas?”

“Itu bisa saja berhubungan dengan suatu kesuksesan seseorang, Jok. Kesuksesan seseorang jangan diukur dengan jumlah kekayaannya atawa gelar sarjananya misalnya, yang kita lihat adalah piye cara berpikir orang itu. Soalnya, kesuksesan banyak dipengaruhi oleh cara berpikir, sedangkan cara berpikir sesuatu yang bisa kita kendalikan.”

“Oh… berarti bicara tentang sikap dong, Denmas?”

“Betul. Coba kamu buka buku itu di halaman dua puluh empat, lalu bacakan!”

Wuih… Denmas kok hapal sih?”

Lha iyo hapal, buku yang kamu pegang itu punyaku yang dipinjam Kyaine. Nggak balik-balik!”

“Sikap kita benar-benar merupakan pemacu bagi diri kita sendiri. Akarnya berada di dalam, namun buahnya berada di luar.”

“Terus?”

“Sikap kita merupakan sahabat yang paling setia, namun juga bisa menjadi musuh yang paling berbahaya.”

“Terus?”

“Sikap kita jauh lebih jujur dan lebih konsisten daripada kata-kata yang kita ucapkan.”

“Ada lagi?”

“Sikap kita merupakan pandangan ke depan berdasarkan pengalaman-pengalaman di masa lampau.”

“Sip. Selanjutnya?”

“Sikap kita adalah suatu hal yang membuat orang lain tertarik ataupun tidak suka terhadap kita.”

“Nah, itu dia. Terus?’

“Sikap kita tidak akan pernah nampak sebelum dinyatakan.”

“Sikap kita merupakan pustakawan masa lalu kita.”

“Sikap kita merupakan pembicara kita di masa sekarang.”

“Sikap kita merupakan peramal bagi masa depan yang akan datang.”

“Sikap kita merup…. loh… Denmas di mana? Denmas…?!! Asemik malah ditinggal pergi!”