Tentang Banowati

Sudah satu setengah bulanan saya ndak menampilkan cerita wayang. Selama waktu itu saya tengah mengunyah sebuah umpan-balik dari salah satu pembaca buku Srikandi Ngedan dan Giliran Petruk Jadi Presiden.

Syahdan, kedua buku tersebut sengaja saya berikan kepada seorang kawan yang sangat senang dengan kisah pewayangan atau kisah yang berlatar budaya Jawa. Ia sendiri penggemar SH Mintardja sejak mudanya. Tak heran kalau ia memberikan nama anak lelakinya dengan nama muda Panembahan Senapati.

Sebetulnya ia sudah berusaha memperkenalkan kisah pewayangan kepada anak lelakinya itu – bahkan sering diajak nonton pagelaran wayang semalam suntuk, tetapi minat terhadap wayang tak begitu menggembirakan hati kawan saya itu. Anaknya bilang kalau sulit mencerna cerita wayang. Maka, ketika ia mendapatkan dua buku Wayang Slenco dari saya, ia tawarkan kepada anaknya untuk dibaca.

Waktu kawan saya bercerita kalau Srikandi dan Petruk dibaca anaknya, saya agak was-was. Maklum, Srikandi dan Petruk kan bacaan orang dewasa. Kawan saya menjamin tak apa-apa, toh anaknya itu sudah hampir lulus SMA.

***

Saya sungguh senang mendengar berita dari kawan saya itu kalau anak lelakinya sangat menyukai cerita wayang versi Srikandi dan Petruk. Sebetulnya, umpan-balik semacam ini sudah sering saya dengar atau baca dari email yang masuk. Survei kecil-kecilan saya, banyak pembaca Srikandi dan Petruk yang kini pada demen banget dengan kisah Mahabharata yang tayang di ANTV saban malamnya.

Kesenangan saya pada cerita kawan saya cuma sebentar, sebab ia melanjutkan ceritanya. Sebuah umpan-balik yang membuat saya merasa bersalah telah mengobrak-abrik kisah wayang terutama pada lakon-lakon yang ada tokoh Banowati, permaisuri Duryodana.

Anak lelaki kawan saya itu bertanya-tanya kepada ayahnya: kenapa mBah Kung memberi nama ibu dengan Banowati, ternyata sifat-sifat Banowati kurang terpuji? Dan sungguh saya baru tahu kalau nama istri kawan saya itu sama persis dengan nama putri Prabu Salya itu.

Nama Banowati sebenarnya tak ada dalam kisah Mahabharata versi India. Kalau versi Nusantara ia merupakan tokoh tambahan yang diciptakan oleh pujangga Jawa jaman dulu. Dan dikisahkan memang ia pacaran sama Arjuna, sebelum menjadi istri Duryodana, bahkan diam-diam tetap pacaran meskipun ia sudah menjadi permaisuri Hastinapura. Kelak, ia diperistri Arjuna setelah perang Bharatayuda, karena ia telah menjadi janda sebab ditinggal mati oleh Duryodana.

***

Tak semua tokoh di pewayangan sifatnya hitam atau putih sama sekali. Ada sisi baik dan buruknya. Pun dengan Banowati. Pak Manteb Soedarsono – dalang terkenal dari Karanganyar itu – pernah menggambarkan sifat Dewi Banowati yakni ia penuh belas kasih, berwatak jujur, jatmika (berbudi luhur), tetapi suka genit. Ujud fisiknya sangat cantik. 

Saya berharap kawan saya akan menjelaskan kepada anak lelakinya, kalau ibunya itu cuma punya kemiripan nama dan sifat-sifat yang baik dari Banowati yang penuh belas kasih, jujur dan jatmika.