Taif

Desember tahun lalu, saya berkesempatan berada di Taif – kota yang berhawa dingin berjarak sekitar 1,5 jam dari Mekkah. Taif diberkahi sebagai kota yang subur dengan hasil pertanian terutama buah-buahan yang melimpah, selain aneka bunga. Untuk menuju Taif, kita akan melalui jalan berkelok dan menanjak, ciri khas jaringan jalan menuju puncak gunung.

Jika di kota Madinah terdapat Jabal/Gunung Uhud yang kelak dapat kita temui di surga, di Taif akan kita temukan pohon Zaqqum – yang di neraka nanti akan menjadi makanan bagi para penghuni neraka (QS 56: 51-56).

Selain dikenal dengan keindahan dan kesejukan alamnya, Taif juga menyimpan sejarah perkembangan penyebaran agama Islam dan sejarah kehidupan Kanjeng Nabi. Di Taif inilah Kanjeng Nabi pertama kali mendapat tantangan, cemoohan, pengusiran bahkan sempat dilempari batu oleh kabilah Tsaqif, kabilah terbesar di kota Taif. Mutawif/pemandu kami menceritakan itu semua ketika dalam perjalanan Mekkah-Taif.

Tujuan pertama kami singgah di Masjid Jami’ Abdullah bin Abbas yang  dulu pernah digunakan Kanjeng Nabi untuk shalat Zhuhur dan Ashar dijama’ taqdim qashar. Abdullah bin Abbas atau dikenal dengan Ibnu Abbas, lahir 3 tahun sebelum Kanjeng Nabi hijrah. Ia menjadi pemuda yang beruntung, sebab sejak usia dini berada sangat dekat dengan kehidupan Kanjeng Nabi, sehingga hidup bersama Kanjeng Nabi benar-benar telah membentuk karakter dan sifatnya.

Saat Kanjeng Nabi wafat, usia Ibnu Abbas sekitar 13 tahun. Ibnu Abbas menjadi salah satu sahabat Kanjeng Nabi yang berpengetahuan luas dan banyak hadis sahih yang diriwayatkan melalui dirinya. Ia juga yang menurunkan seluruh khalifah dari Bani Abbasiyah. Ia meninggal dalam usia 71 tahun.

Perjalanan dilanjutkan ke tempat yang lebih tinggi lagi. Namun sebelumnya kami mampir makan siang menikmati nasi mandi kambing, sebuah masakan khas Timur Tengah berupa hidangan nasi yang dimasak bersama daging dan bumbu rempah.

Enak sih.

Taif dikenal juga karena bunga mawarnya. Kunjungan kami berikutnya adalah tempat penyulingan bunga mawar, sekaligus tempat penjualan parfum dari bahan mawar. Di tempat itu, pengunjung disuguhi teh hangat dari bunga mawar. Lidah saya yang terbiasa minum teh rasa Nusantara, teh rasa mawar berasa aneh.

Sebelum rombongan mengambil miqot untuk umroh ke-3, kami mampir ke pasar buah di kota Taif. Ketika kami berada di pasar buah tersebut, kabut sudah mulai turun.

Dinginnya kota Taif mulai terasa di balik jaket saya.