Suap

Ini pemandangan yang sangat biasa di kompleks perumahan kelas menengah – bawah atawa di sudut suatu perkampungan: menyuapi anak.

Sore yang cerah, berkumpullah ibu-ibu yang sudah berdandan rapi sehabis mandi, meskipun beberapa di antaranya hanya mengenakan daster lusuh. Ada yang menggendong anaknya, ada yang duduk-duduk atawa berdiri di bawah pohon. Anak-anaknya pun sudah wangi, dengan bedak yang bercelemotan di wajah-wajah imut mereka. Ritual yang rutin dilakukan oleh ibu-ibu itu adalah menyuapi anak-anak mereka sambil bermain bersama teman-teman sebaya.

Untuk mendapatkan satu suapan anak-anak itu mendekat ke ibunya, lalu kembali sibuk dengan permainannya masing-masing. Satu piring nasi/bubur bisa jadi dihabiskan memerlukan waktu yang lama. Belum nanti kalau di lokasi berkumpulnya komunitas mereka itu ada tukang odong-odong, waktu makan dan bermain bisa berlangsung lebih lama lagi.

Semua gembira. Ibu-ibu bebas ngobrol dan ngerumpi, anak-anak pun bertemu teman-teman sebaya, sementara perut mereka terisi penuh. Demikian juga dengan tukang odong-odong yang meraup rejeki. Inilah rutinitas suap-menyuap yang tidak beresiko masuk penjara secara berjamaah, seperti yang dilakukan oleh anggota dewan yang terhormat.

Kegembiraan mereka diakhiri dengan datangnya senja. Satu persatu dari mereka undur diri masuk rumah. Saat maghrib seperti itu anak-anak pamali berada di luar rumah.

Lalu sudut kampung itu senyap.