Pulang dari memantau pendistribusian hewan kurban, Ustadz Asnoor, Kyaine, Budiono dan Jamhuri mampir di sebuah warung makan di daerah Patrol Indramayu. Saat itu jalan Pantura relatif sepi, arus mudik sudah terjadi hari kemarinnya. Mereka memesan nasi rames plus teh botol.
Tidak lama setelah mereka memesan makanan, datang truk container 20 feet parkir di depan warung. Sopir truk mengambil tempat duduk tidak jauh dari mereka berempat. Dia memesan soto ayam dan kopi susu. Sambil menunggu makanan datang, dia menyalakan Djarum Coklatnya. Kopi susu datang, bersamaan dengan kehadiran tiga orang pengendara motor gede.
Tampang mereka lumayan seram dan berbadan kekar. Kepala ditutup dengan kain warna-warni, bahkan dua di antaranya masih memakai kaca mata hitamnya. Orang yang tidak memakai kaca mata meminum kopi susu milik sopir truk, sementara yang dua orang teriak-teriak minta dilayani segera oleh pemilik warung.
Terdengar bibir Ustadz Asnoor bergumam masya Allah beberapa kali, sementara Kyaine, Budiono dan Jamhuri diam seribu bahasa menyaksikan adegan di warung itu. Sopir truk dengan tenang menghabiskan sotonya, seperti tidak terusik oleh kebringasan ketiga pengendara moge tadi. Sebelum membayar ke kasir, sopir truk menyempatkan menyeruput sisa kopi yang tadi diminum oleh pengendara moge. Dengan langkah yang pasti sopir truk kembali ke kendaraannya.
Pecahlah ketawa ketiga pengendara moge, dan berteriak melecehkan sikap si sopir truk yang mereka anggap bernyali kecil, karena tidak berani menanggapi gangguan mereka. Tidak lama kemudian pemilik warung menghidangkan makanan pesanan ketiga pengendara moge, dan berkata, “Bener kata Bos. Sopir itu sungguh penakut, nggak seimbang dengan badannya yang besar. Dia nggak cuma penakut tapi sepertinya baru belajar nyetir tuh Bos. Barusan saya lihat dia pas mundurin truknya dia melindas tiga motor punya Bos!”
~oOo~
Ketika perjalanan pulang, Ustadz Asnoor bertanya kepada Jamhuri yang kebetulan bertugas sebagai sopir, “Dari peristiwa di warung tadi menurut ente apa yang menarik, Jam?”
Jamhuri menjawab, “Iye, nape sopir truk tadi nggak ngelawan aja yah. Pan mereka sudah sewenang-wenang minum kopi susunye. Tul, nggak Tadz?”
“Kalau komentar ente apa Bud?” Ustadz Asnoor bertanya kepada Budiono.
“Lho, ya jangan saya toh.. mbok Kyaine saja yang njawab…” Budiono, dengan logat jawanya mencoba menolak untuk berpendapat.
“Ya nggak bisa begitu. Peristiwa hari ini sama Kyaine akan ditulis di blognya. Jangan dia dong yang ngasih pendapat. Inti pertanyaan ane adalah kita harus mendapatkan hikmah dari setiap peristiwa. Paham ente?” kata Ustadz Asnoor serius.
Diam. Tidak ada yang menjawab pertanyaan Ustadz. Akhirnya dia sendiri yang meneruskan kalimatnya.
“Peristiwa di warung tadi jangan dipandang dari sudut balas dendam. Kalian pasti tahu, kalau sopir truk tadi melakukan balas dendam dengan melindas moge-moge. Coba kalian perhatikan langkah yang diambil oleh sopir truk tadi untuk menentukan target. Dia hanya punya waktu beberapa menit saja untuk mengeksekusi rencananya. Diamnya tadi, dia tidak ingin mengacaukan waktu yang dia punyai dengan melakukan hal-hal yang konyol dan tidak berguna. Langkah berikutnya, dia membayar makanan dan dengan tenang dia masuk ke dalam ruang kemudi. Terakhir, untuk meraih targetnya dia mengarahkan truk untuk mundur. Kena deh tuh moge!” Kali ini Ustadz Asnoor tidak lupa menutupnya dengan tertawa khasnya. “Hey Jam, ente jangan senyum-senyum aja. Apa yang ane jelaskan barusan bisa ente terapkan di bisnis ente, bagaimana meraih suatu target!” Ustadz Asnoor melanjutkan uraiannya.
Dalam hati, Kyaine berkata, “Bisa juga nih Ustadz , terapkan ilmu manajemen bisnis.”