Stop Suap!

Anak polah bapa kepradah. Ungkapan bahasa Jawa ini berarti nekjika anak bertingkah orang tua ikut direpotkan. Sekarang kan sedang musim kelulusan anak sekolah, dijamin hari-hari belakangan ini banyak orang tua yang repot mengurus sekolah anak-anak mereka. Bagi yang lulus TK, bingung mencari bangku SD, yang lulus SD ingin melanjutkan SMP pilihan, yang lulus SMP berkeinginan masuk SMA favorit dan yang lulus SMA mereka-reka perguruan tinggi mana yang akan dimasuki.

Untuk dapat masuk sekolah di jenjang yang lebih tinggi, tentu saja perlu biaya, perlu ongkos, perlu dana. Jer basuki mawa bea. Hah?! Katanya sekarang sekolah gratis, kok pakai bayar-bayar segala? Siapa yang bilang?

Materi kampanye pilkada yang paling disukai oleh para kontestan calon Bupati atawa Gubernur adalah memberikan sekolah gratis pada tingkatan SD, SMP dan SMA.

Sekolah itu memerlukan biaya yang besar, terdiri dari biaya langsung seperti: untuk beli seragam (selain yang standar, ditambah seragam Pramuka, batik, dan kaos olah raga), sepatu hitam, buku-buku (tulis, gambar, pelajaran, ditambah dengan LKS masing-masing mata pelajaran), biaya ekskul, sumbangan ini-itu; sedangkan biaya tak langsung seperti: ongkos transport, uang jajan, biaya untuk bimbel/les/kursus, atawa dana sosial/pergaulan (misalnya nraktir teman ketika berulang tahun).

Sekolah mahal memang menjadi keniscayaan di negeri tercinta ini. Meskipun kualitas pendidikan yang dihasilkan tak sebanding dengan biaya yang telah dikeluarkan.

~oOo~

Paling nggak, kita harus menyekolahkan anak ke sekolah favorit dong mas, biar anak kita pintar. Bahkan kalau perlu kita sediakan uang suap agar anak kita diterima di sekolah itu!

Harus sekolah favorit? Siapa yang mengharuskan? Favorit menurut siapa? Sekedar gengsi bisa sekolah di sana, meskipun otak anak kita nggak mampu menjangkaunya? Hanya untuk sekolah saja menyuap? Mau jadi apa generasi yang dibesarkan dengan uang suap?

Stop suap!

Nggak sekolah di sekolah favorit nggak pathèkên!