Sri for President

Prolog
Resi Bhisma dan mBak Sri – panggilan akrab Srikandi, bertempur hebat. Akhir perang tanding itu Bhisma roboh oleh sebuah anak panah milik mBak Sri yang menancap di dadanya, tidak lama kemudian disusul panah milik Arjuna, yang ajaibnya mendorong panah mBak Sri sebelumnya, hingga tembus ke punggung Bhisma. Menyusul anak panah berikutnya, begitu seterusnya sampai tubuh Bhisma penuh dengan anak panah. Tubuh Bisma tidak menyentuh tanah, karena ditopang oleh ratusan anak panah. Bhisma tahu, kalau Arjuna telah berbuat curang dengan memberondong puluhan anak panah ke tubuhnya setelah ia limbung oleh panah Srikandi.

Suasana padang Kurusetra mendadak hening. Perang seketika berhenti. Pandawa dan Kurawa sangat menghormati Bhisma, seorang pahlawan agung yang telah banyak jasanya pada keturunan Bharata. Dalam kesakitan yang sangat Bhisma masih bisa tersenyum karena telah memenuhi darma baktinya.

~0Oo~

Kasak-kusuk terjadi di wangsa Pandawa dan Kurawa. Kehebatan Srikandi telah menjadi buah bibir para elite politik kedua wangsa tersebut. Diam-diam, terjadi koalisi di bawah tangan antara politikus Pandawa dan Kurawa untuk merencanakan suatu konspirasi mempersiapkan pimpinan tertinggi di Hastina. Mereka menyebutnya dengan sandi Srikandi for President Hastina-1.

Prediksi mereka sederhana saja. Ketika Bhisma gugur di Perang Bharatayuda, semangat perang pasukan Kurawa turun drastis. Panglima perang sekaliber Adipati Karna pun sempat keder juga. Apalagi saat Bhisma sekarat dengan puluhan anak panah yang menancap di tubuhnya, serta merta Karna menghampiri Bhisma dan menangisi nasib sang Resi. Tentu saja, sikap Karna mempengaruhi mental para prajurit di bawah kendali Raja Hastina, Duryodana. Perang Bharatayuda akan semakin menarik, bisa-bisa Duryodana akan bertemu dengan Yudhistira – pimpinan Pandawa, mereka bertempur dan sama-sama kalah. Nah, saat itulah posisi Raja Hastina akan kosong, dan mereka mempersiapkan Srikandi untuk menduduki jabatan itu.

Langkah awal yang mereka ambil adalah mendirikan Partai SRI (Suara Ribuan Ibu), dengan bidikan konstituen para perempuan, terutama para ibu yang kini menjadi janda akibat suami-suami mereka gugur di medan perang di Kurusetra. Jika para ibu ini bisa dikendalikan untuk memberikan kebulatan tekad mengusung Srikandi menjadi pimpinan mereka di masa depan.

Tapi, apakah para pendiri Partai SRI ini telah berkonsultasi dengan Srikandi? Tentu saja sudah. Srikandi bukan orang yang bodoh. Ia pintar memanfaatkan situasi. Seperti halnya ketika ia dulu menaklukkan hati Arjuna.  Para anggota konspirasi yang ingin mengusung Srikandi menjadi Hastina-1 semakin merapatkan barisan.

~oOo~

Nun, di tengah hutan. Seorang laki-laki yang berusia empat puluhan baru saja selesai semedi. Lelaki itu bernama Aswatama – anaknya Pendeta Durna. Loh, kenapa ia berada di tengah hutan? Begini cerita singkatnya. Ia berselisih paham dengan Prabu Salya. Karena kecewa pada Duryodana yang membela Salya, ia memilih meninggalkan Hastina dan pergi bertapa di hutan.

Aswatama dikagetkan dengan datangnya serombongan orang yang kebanyakan dari mereka, ia mengenalnya, salah satunya Banowati istri Duryodana. Banowati segera menangis ketika Aswatama menyambutnya. Ia bingung dengan sikap Banowati. Ia langsung paham ketika Banowati memberitahu bahwa Hastina telah jatuh ke tangan Pandawa. Kurawa telah kalah perang, dan keberadaan Duryodana sampai sekarang tiada seorang pun tahu. Masih hidup atawa telah jadi mayatkah ia.

Hati Aswatama bergolak. Negeri yang dicintai telah jatuh ke tangan musuh. Naluri keprajuritannya terusik. Ia pun segera berlari menuju Hastina untuk membalaskan dendam bagi saudara-saudaranya yang telah mempertaruhkan nyawanya demi Hastina. Ia ditemani oleh Karpa dan Kartamarma, yang tadi ikut dalam rombongan Banowati.

Aswatama cs segera menuju pesanggrahan wangsa Pandawa. Mereka akan menghancurkan Pandawa dari tempat itu. Yang pertama mereka jumpai adalah rumah Drustajumna yang sedang istirahat karena kecapekan berpesta karena menang perang. Mereka segera mendobrak rumah itu dan membunuh para penghuninya. Mudah dan tanpa perlawanan sama sekali.

Rumah berikutnya adalah tempat tinggal Srikandi. Ia yang tengah tertidur, lehernya dipenggal oleh Aswatama. Srikandi tewas seketika. Aswatama bagai orang kesurupan. Ia melesat ke dalam rumah berikutnya, yang tak lain tempat tinggal Pancawala – anak Yudhistira. Ia terbangun ketika mendengar keributan di ruang depan. Karpa dan Kartamarma dikepung para prajurit. Tetapi, karena para prajurit lengah, Karpa dan Kartamarma bisa mengalahkan semua prajurit.

Sementara itu, Aswatama dan Pancawala bertempur satu lawan satu. Tingkah Aswatama bagai banteng ketaton. Diambilnya sebuah anak panah lalu dihunjamkan ke dada Pancawala. Anak kesayangan Yudhistira itu tewas bersimbah darah.

Aswatama cs melesat, berlari untuk kembali ke hutan, ke tempat persembunyiannya.

Wangsa Pandawa geger. Tiga tokoh elit politik Pandawa telah tewas mengenaskan. Kresna, seperti biasanya, bisa menenangkan situasi. Ia berkata kalau tewasnya ketiga tokoh tersebut memang sudah menjadi takdir mereka, tak perlu ditangisi dan disesali.

Tidak demikian dengan para pendiri Partai SRI. Bagi mereka, perang belum juga dimulai tetapi mereka telah kalah. Sebuah kekalahan yang disebabkan oleh sesuatu di luar perkiraan mereka.

Tancep Kayon.