Slametan

Selamatan atawa dalam dialek sehari-hari dilafalkan menjadi slametan merupakan ajaran Jawa, yang intinya untuk menyelamatkan jiwa orang yang telah mati. Kalau dirunut sejarahnya, ajaran ini sudah ada sejak Hindu dan Budha ada di tanah Jawa dan dalam perjalanannya slametan ini telah berganti-ganti mantra dan doanya. Setelah Islam masuk ke Jawa yang dibawa oleh para wali, berbagai tata cara dan mantranya diubah disesuaikan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.

Ada sementara kalangan yang berpendapat bahwa acara slametan ini sebagai tindakan bidah atawa amalan khurafat, karena hanya si mayat sendirilah yang bisa menyelamatkan dirinya yaitu dengan sedekahnya, ilmu yang bermanfaat dan doa anak shaleh.

“Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang berdoa kepadanya.” (HR Muslim).

Kedatangan Islam telah mengajarkan teknis penyelamatan itu, dengan melakukan shalat jenazah atawa shalat ghaib. Sederhana, kan?

Kembali ke slametan tadi. Sekarang, slametan tidak hanya untuk orang yang sudah meninggal saja karena hampir setiap momen kita melakukan ritual slametan itu: mau membangun rumah, kelahiran anak, naik pangkat, pindah rumah, dapat pekerjaan, dan masih banyak lagi.

Ada doa keselamatan yang biasa bahkan wajib dibaca oleh pemimpin acara slametan (di kampung saya biasa disebut Modin) dan akan diaminkan oleh yang hadir.

Allahumma inna nas’aluka salamatan fi al-din, wa ‘afiyatan fi al-jasad, wa ziyadatan fil-‘ilm, wa barakatan fi al-rizq, wa tawbatan qabla al-mawt, wa rahmatan ‘inda al-mawt, wa maghfiratan ba’d al-mawt, hawwin ‘alayna fi sakarat al-mawt, wa al-najat min al-nar, wa al-‘afw ‘inda al-hisab.

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada Engkau keselamatan dalam hidup beragama, sehatnya jasmani, tumbuhnya pengetahuan, rejeki yang mengandung berkat, taubat sebelum kematian, kasih pada saat kematian, dan perlindungan setelah mati. Ya Allah, mudahkan kami saat sakratulmaut, jauhkan dari api (neraka) dan ampunan-Mu ketika kami dihisab.

Doa agar lolos dalam menghadapi sakratulmaut yang diajarkan Kanjeng Nabi SAW di atas itu sangat dahsyat, bukan?

Sayangnya, doa ini sering hanya menjadi rutinitas dan berupa formalitas belaka. Hadirin yang mengaminkan doa ini, bisa jadi pikirannya sedang membayangkan nikmatnya nasi gurih yang tersaji di depannya.