Siapa yang membunuh Sengkuni?

Saya mendalang lagi sebelum liburan tahun baru, melanjutkan kisah Duryodana yang mengabaikan perintah ibunya.

Hari kedelapan belas, sinar matari sedang terik-teriknya di Padang Kurusetra tempat berlangsungnya perang Bharatayuda. Di salah satu sudut lapangan, sedang berlangsung perang tanding antara Sengkuni melawan Bima.

Dengan senjata gada andalannya, Bima menyabetkan senjatanya itu ke arah tubuh Sengkuni. Meskipun mengenainya, tubuh Sengkuni tidak terluka sedikitpun. Hal ini membuat hati Bima sangat mangkel.

“He…he… Bima… Bima… tubuh raksasamu tak sebanding dengan tenagamu. Ayo, lukai tubuhku ini!” ledek Sengkuni.

Bima mengumpat. Apalagi pedang Sengkuni sempat menggores siku tangan kanannya.

“Kamu ndak bakalan melukai tubuhku, sebab tubuhku kebal terhadap senjata apa pun!” tukas Sengkuni.

Bima berpikir keras untuk mengalahkan Sengkuni, lelaki yang sangat dibencinya itu.

“Baiklah, kalau hari ini menjadi takdirku aku mati di tanganmu, bagikan rahasiamu kepadaku, Sengkuni,” rajuk Bima.

“Rahasia apa?” tanya Sengkuni.

“Rahasia ilmu kebal yang kini kamu miliki,” jawab Bima.

Sengkuni pun berterus terang kalau sebelum bertanding dengan Bima ia mengolesi tubuhnya dengan Lenga (minyak) Tala, yang pernah ia rebut dari Begawan Abiyasa. Lenga Tala adalah minyak yang memiliki khasiat bikin tubuh kebal terhadap semua senjata.

Pancingan Bima kena. Ia segera membuang gada yang sejak tadi dipegangnya. Sengkuni mengira kalau Bima menyerah, tetapi ia salah kira. Bima segera menerjang Sengkuni dan menjatuhkannya. Sengkuni tidak berkutik.

Bima segera memelorotkan celana dalam Sengkuni, lalu ia menancapkan Kuku Pancanaka miliknya ke dalam dubur Sengkuni kemudian dirobeknya kulit Sengkuni hingga ke arah perutnya.

Bukankah tubuh Sengkuni kebal? Tidak semua bagian tubuh terolesi Lenga Tala, hanya bagian dubur saja yang tersisa dan hal ini dengan cerdik dimanfaatkan oleh Bima.

Sengkuni sekarat, tetapi belum tewas.

Tiba-tiba Bima diserang oleh seseorang yang membawa senjata gada. Bima waspada dan segera meraih gadanya.

“Bima, sekarang lawanlah aku!” tantang Duryodana.

Bima mendengus menerima tantangan Duryodana. Dua ksatria bersenjata gada kini saling berhadap-hadapan. Entah siapa yang memulai, kedua gada saling berbenturan hebat. Saat Duryodana terlena, gada Bima mengenai dada Duryodana. Sangat keras. Duryodana bergeming dan malah tertawa ngakak. Bima terkejut, kenapa Duryodana tiada terluka. Bima kembali mengayunkan gadanya dan mengenai kepala Duryodana.

Bima mengira kepala itu akan pecah, tetapi dugaan Bima salah. Duryodana tetap berdiri tegak. Bima penasaran cenderung putus asa, ilmu kesaktian apa yang telah digunakan oleh Duryodana.

“Bima…. ayunkan gadamu ke arah selangkangan Duryodana!” teriak Kresna dari kejauhan.

“Kakang Kresna, bukankah pantangan bagi ksatria menyerang ke arah selangkangan musuh?” tanya Yudhistira yang berdiri di sebelah Kresna.

Huppp….!! Bima mengayunkan gadanya tepat mengenai bagian sedikit di bawah udel Duryodana.

“Ufff..!!!” Duryodana mengerang kesakitan dan tumbang.

Tanpa ampun lagi Bima mengayunkan gada ke arah kepala Duryodana. Batok kepala Duryodana retak, darah mengalir membasahi mukanya.

“Aku ingin mati bersama Banowati, istriku. Bima, tolong bawakan Banowati ke hadapanku,” ratap Duryodana.

Bima melangkah meninggalkan Duryodana untuk menuju tempat Sengkuni sekarat. Kemudian ia seret Sengkuni ke arah Duryodana tergeletak.

“Ini Banowatimu!” ujar Bima.

Darah yang bersimbah di wajahnya telah menutupi kedua matanya. Ia berusaha mendekati tubuh Sengkuni yang ia kira Banowati. Tanpa diduga oleh siapa pun, Duryodana dengan sekuat tenaga menggigit leher Sengkuni.

Tak lama kemudian Sengkuni tewas dan disusul oleh Duryodana.