Senonoh dan Seronok

Jarang atau setidaknya belum pernah saya temui kata ‘senonoh’ dalam suatu kalimat tanpa ditambah dengan kata ‘tidak’ di depannya, atau lengkapnya menjadi ‘tidak senonoh’.

Perhatikan contoh kalimat berikut :

Agus dihukum berlari keliling lapangan karena melakukan perbuatan tidak senonoh di sekolah.

Dalam kalimat di atas, tidak senonoh berarti tidak baik atau tercela. Kebalikan tidak senonoh, tentu saja senonoh, bukan? Lalu, bagaimana dengan kalimat di bawah ini :

Agus mendapatkan pujian dari teman-temannya karena ia suka berbuat senonoh.

Rasanya janggal dan aneh ya? Kata ‘senonoh’ di atas berkonotasi negatif, bisa jadi karena kita terbiasa menggunakan kata ‘senonoh’ yang didahului dengan kata ‘tidak’.

Dalam Tesaurus Bahasa Indonesia karangan Eko Endarmoko (2006), senonoh mempunyai pengertian etis, labut, laik, layak, pantas, patut, sopan, wajar. Jadi, pada kalimat : Agus mendapatkan pujian dari teman-temannya karena ia suka berbuat senonoh, berarti Agus mendapatkan pujian dari teman-temannya karena ia suka berbuat yang sopan.

Selain kata ‘senonoh’ ada kata ‘seronok’. Contoh nyata pemakaian dua kata itu sering kita dengar dalam komentar terhadap sebuah acara di televisi atau film, seperti : Akhir-akhir televisi banyak menampilkan adegan yang tidak senonoh dan seronok atau Film nasional yang sedang diputar itu banyak menampilkan adegan tidak senonoh karena bintang filmnya seronok.

Masih berdasarkan Tesaurus Bahasa Indonesia karangan Eko Endarmoko (2006),  seronok berarti (1) enak, mengasyikkan, menyenangkan, sedap (didengar, dilihat), menarik (2) seksi, sensual, erotis, hot, membirahikan, menggairahkan, menggiurkan, merangsang.

Lalu bagaimana kalau dikaitkan kegiatan menulis? Jika saya bilang menulis itu termasuk perbuatan yang senonoh dan seronok, setuju nggak?