Selendang Wangi Kesturi

Di dalam Masjid Nabawi. Kakek di sebelah saya penampilannya sangat bersahaja, (maaf) agak kumal. Saya lihat dari raut mukanya, sepertinya dia berasal dari Bangladesh. Ketika saya masuk masjid, dia sudah ada lebih dulu, duduk sambil memutar tasbih dengan tangan kirinya. Ketika selendangnya merosot, baru terlihat oleh saya kalau tangan kakek ini tinggal yang kiri saja. Sepertinya kakek ini tahu kalau saya perhatikan, mata kami saling menatap, dan entah siapa yang memulai kami saling tersenyum. Saya persilakan dia agar agak sedikit menggeser mendekati duduk saya, karena ada jamaah lain yang berdiri di sebelah kanannya akan melaksanakan shalat sunah. Kami sibuk dengan dzikir masing-masing.

Shalat asar selesai, saya malas untuk keluar masjid apalagi saya lumayan ngantuk. Saya pun berbaring ingin tidur barang sebentar, mumpung banyak tempat yang kosong. Tangan kanan saya jadikan bantal. Hampir saja terlelap,  pundak saya disentuh oleh kakek yang bersahaja tadi. Dengan senyumnya yang manis, dia sorongkan selendang yang sudah dia lipat agar saya pakai sebagai bantal. Saya tidak kuasa menolak, saya mengucapkan terima kasih.

Buntalan selendang itu baunya apek, sepertinya lama tidak dicuci. Tidak sampai hati kalau saat itu saya tolak kebaikan hatinya, dia bisa tersinggung. Saya berdoa dalam hati, “Ya Allah, aku ikhlas menerimanya (bau ini) jika ini sebagai balasan atas kesalahan yang pernah aku perbuat. Ampunilah dosa-dosaku tersebut.”

Saya tidak tahu, entah karena doa saya tersebut atau memang si kakek ini “bukan orang sembarangan”, buntalan selendang itu makin lama semakin wangi saja. Saya belum pernah mencium aroma seperti itu, apakah wangi kesturi? Saya pun cepat terlelap.

Orang-orang mulai masuk masjid saya terbangun, saya lihat si kakek terbaring juga di sebelah saya. Selendang saya buka, dan saya selimutkan ke tubuhnya dan itu membuatnya bangun. Lagi-lagi saya mendapatkan senyuman yang manis. Saya permisi sebentar untuk ambil wudlu.

Menunggu azan, diam-diam saya ambil Nyai 6233 dari saku yang ada kameranya untuk mengambil gambarnya. Kalau nanti gambarnya tidak muncul di gallery Nyai 6233 berarti dia malaikat, kata saya dalam hati. Ternyata, dia manusia biasa seperti saya.

Si kakek mengulurkan tangannya, memberikan sebutir kurma, dari mulutnya terdengar: shadaqah! Mulut saya tercekat, tangannya saya raih, tergenggam cukup lama di kedua tangan saya.